Sastra eksil yang bukan termasuk dari salah satu genre sastra, memang tidak terlalu dikenal banyak orang.
Sastra eksil Indonesia yang merupakan karya-karya sastra sastrawan Indonesia yang terdampar di luar negeri dan tidak bisa atau tidak diperbolehkan pulang ke tanah air setelah peristiwa pemberontakan PKI yang dikenal sebagai Gerakan 30 September 1965.
Hampir semua para sastrawan eksil adalah anggota dari partai komunis Indonesia atau anggota salah satu partai yang dekat dengan partai komunis Indonesia, juga orang yang termasuk dalam “sosialis” atau “soekarnois” yang tidak ada kaitanya dengan partai komunis Indonesia, tetapi tetap dicap kiri oleh pemerintah pada masa itu.
Mereka para sastrawan eksil kebanyakan tinggal di daerah yang sefaham atau seideologi dengan mereka, adanya ancaman yang datang dari Indonesia berupa kabar pengasingan, penyiksaan, bahkan sampai pembunuhan membuat para pengarang eksil memutuskan untuk tetap tinggal di Negara yang tempati pada saat itu.
Seiring berjalanya waktu para sastrawan eksil pun resah dengan kondisi Negara Indonesia yang dirasa sangat jauh dari apa yang mereka yakini sebagai ideologi. Sehingga medorong mereka untuk melakukan kritik terhadap pemerintah Indonesia padaa saat itu. Meraka melawan kebijakaan pemerintah lewat karya sastra puisi, cerpen, novel dll.
Munculnya karya sastra eksil juga dilatar belakangi oleh rasa rindu sastrawan eksil terhadap orang tua juga tanah kelahiran mereka, tidak sedikit karya sastra yang mengandung tema-tema halaman rumah, ibu, keluarga, juga suasana Indonesia
Berikut merupakan karya tulis dari para pengarang eksil
- PUISI
1. Arus dan Darah karya Z. Afif Belum terbit
2. Perjalanan dan Rumah Baru: Kumpulan Sajak, karya Asahan Aidit yang diterbitkan di Culemborg oleh Stichting I.S.D.M pada tahun 1993, dengan tebal 74 halaman.