Lihat ke Halaman Asli

Nabi Palsu di tengah Pemilu

Diperbarui: 24 Juni 2015   00:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Munculnya Nabi palsu sudah bukan barang yang asing lagi bagi peradaban bangsa Indonesia.  Setidaknya telah ada tiga kasus nabi palsu yang pernah menghebohkan negeri ini. Kasus yang pertama adalah kasus Lia Eden yang mengaku telah mendapatkan wahyu dari Jibril. Beberapa tahun kemudian muncul Ahmad Mossadeq dengan ajarannya yang sangat digemari oleh para pemuda. Betapa tidak, dengan pembebasan beberapa ibadah wajib membuat ajaran Mossadeq ini mendadak terkenal dan langsung mendapat sambutan hangat dari para pemuda. Setelah Mossadeq didakwa sesat oleh MUI, Indonesia mengalami vacum ‘kenabian’.

Beberapa hari kemarin, tepatnya di Bandung, Indonesia kembali diguncang dengan adanya kabar nabi palsu. Cecep Solihin yang dikenal sebagai seorang ustadz di kampungnya dianggap penyebar ajaran sesat, setelah beberapa tetangganya melapor kepada polisi bahwa di rumah yang didiaminya tersebut kerap dilaksanakan aktivitas keagamaan yang mencurigakan. Laporan tersebut ditindak lanjuti dengan penangkapan Ustadz Cecep tersebut.

Terlepas dari benar atau salah apa yang diajarkan oleh Ustadz Cecep, berita nabi palsu ditengah panasnya perang persepsi menjelang pemilu, rasanya ini merupakan skenario dari beberapa oknum parpol yang ingin meraih simpati masyarakat. Dengan adanya isu ini beberapa kementrian atau pihak yang bertentangan dengan menteri tersebut mencoba memanfaatkan situasi ini. Bagi para menteri, ini merupakan lahan subur agar kinerjanya dilihat oleh masyarakat. Sedangkan bagi para oposisi kesempatan ini tidak akan mungkin dilewatkan karena jika pemerintah tidak mengatasi masalah ini dengan baik, kritikan tajam akan dilontarkan kepada pemerintah. Melalui kritikan-kritikan ini akan terbangun suatu opini masyarakat terhadap suatu partai politik tertentu.

Akhirnya, perang politik bukan sekedar perang kekuatan partai ataupun perang kekayaan yang dimiliki oleh partai politik. Bukan pula perang tentang banyaknya iklan di media massa ataupun perang antar caleg dan capres yang diusungnya, namun lebih halus daripada itu. Perang yang dilakukan adalah melalui perang opini publik, saling menjatuhkan dan saling membangun citra partai masing-masing.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline