Lihat ke Halaman Asli

Abdullah Umar

Pengamat Hukum dan Politik

TGB, Rocky Gerung, dan Kadar Keimanan Seseorang

Diperbarui: 10 Juli 2018   20:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

TGB (tengah). Sumber : Tribunnews.com

Akhir-akhir percakapan di media sosial terkait Pilpres 2019 semakin menghangat, terutama setelah Tuan Guru Bajang (TGB) yang merupakan salah satu ulama yang direkomendasikan PA 212 (forum anti Jokowi) sebagai capres potensial untuk menjegal Jokowi justru memberikan dukungannya kepada Jokowi untuk melanjutkan kepemimpinannya di 2019-2024. TGB yang sebelumnya disanjung bak pahlawan oleh para kelompok yang anti Jokowi, kini justru dicaci dan difitnah sejadi -- jadinya.

TGB (dalam bahasa NTB berarti Haji Muda yang suka mengajar ilmu Islam) yang bernama asli TGH Muhammad Zainul Majdi, Lc (gelar Lc nya didapat pada 1996 setelah lulus studi Tafsir Ilmu dan Al-Qur'an di Universitas Al-Azhar, Cairo, Mesir) merupakan ulama NU yang hafal Qur'an 30 juz (hafidz). Darah ulama dalam diri TGB juga mengalir dari kakeknya, M. Zainuddin Abdul Majid yang merupakan salah satu pahlawan nasional dari NTB. Semua hal itu kini dengan sekuat tenaga oleh berbagai pihak coba diputarbalikan.

Fitnah dan klaim mulai disebar, mulai dari tuduhan TGB mencoba menyelamatkan diri dari jeruji besi (TGB pernah dimintai keterangannya sebagai saksi oleh KPK di NTB, namun Ketua KPK Agus Rahardjo pada Mei 2018, menegaskan itu kasus lama dan tidak terkait dengan posisinya sebagai Gubernur NTB), keimanan rendah, tidak tahu agama, hingga klaim tuduhan pemalsuan gelar hafidz dan doctor yang didapatkannya dari Al-Azhar.

Sebagai sesama mahasiswa yang menimba ilmu di Mesir, saya cukup menyayangkan berbagai fitnah keji tersebut. Saya pastikan, TGB benar terdaftar dan memperoleh semua gelarnya dengan sah.

TGB yang mendukung Jokowi dengan pertimbangan kesinambungan pembangunan di seluruh Indonesia dengan adil dan tidak berpusat hanya di P. Jawa (TGB merupakan Gubernur NTB dua periode yang merasakan dampak pembangunan KEK Mandalika) menanggapi berbagai tuduhan yang dialamatkan kepada dirinya dengan santai. Ia mengatakan, "Para ulama berpesan, tindakan seseorang tidak mungkin menyenangkan semua pihak. Saya memilih untuk menyenangkan sang pencipta (Allah SWT) saja," ujarnya dalam suatu forum pengajian.

Dari pernyataannya, kita bisa memahami, TGB yakin dengan keputusannya untuk mendukung Jokowi akan membuat sang pencipta senang. Ia pun mengikhlaskan jika beberapa kelompok masyarakat mencibir bahkan membencinya. Baru -- baru ini, ia pun diancam akan disanksi oleh Partai Demokrat, sebagai kader TGB dianggap mendahului keputusan petinggi partai.

Standar ganda pun terlihat dalam hal ini. Kita seolah -- olah "dipaksa" setuju, bahwa siapa pun yang mendukung Jokowi tidak beriman, dan siapa pun yang tidak mendukung Jokowi itu beriman

 Bandingkan dengan Rocky Gerung, pengajar Filsafat UI (terkenal karena mencap semua pendukung Jokowi dungu) yang pernah menyebut bahwa kitab suci agama (termasuk Al-Qur'an) itu fiksi. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), fiksi diartikan sebagai rekaan, pikiran atau khayalan yang jauh dari kenyataan.

Jangankan dianggap menista agama. Berbagai pernyataan Rocky kini justru kerap dikutip oleh para kelompok anti Jokowi dan dianggap mewakili umat Islam secara politik.

Semua hal ini seolah memberi kesan, demi kekuasaan, siapa pun bisa dengan mudah dianggap tidak beragama dan tidak beriman meskipun nyata-nyata ia terbukti berperan sebagai ulama dan paham ilmu agama.

Sebaliknya, seseorang dengan mudah dianggap sebagai sumber kebenaran dan dianggap mewakili umat beragama, padahal nyata -- nyata ia tidak mempercayai kitab suci agama mana pun, (dalam bahasa sehari -- hari orang tersebut dianggap atheis).

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline