Islam Sebagai Agama Rahmat/Kasih sayang/compassion, kasih sayang nya harus atau seharusnya meliputi seluruh makhluk tidak hanya makhluk manusia yang berbeda aliran, madzhab, sekte, agama bahkan agnostik atau ateis tapi semua makhluk baik yang berakal atau tidak seperti hewan dan tumbuhan.
Kalau Islam dalam arti pemeluknya berarti muslim harus punya cita rasa dan paradigma kasih sayang yang meliputi seluruhnya. Kalau konsep "Kasih sayang kepada semua" ini sudah masuk kedalam sanubari dan alam bawah sadar, maka fenomena vonis teologis tidak mudah terucap bahkan sulit terlaksana.
Sekali lagi apabila konsep "Kasih sayang kepada semua" itu bisa terwujud tidak akan ada :
"Allahuakbar....Si A Kafir... haram disholatkan" padahal sholatnya masih menghadap kiblat menyembah Allah.
"Kelompok X murtad...." padahal ktp masih Islam, sholat, zakat dan puasa juga dilakukan
"Takbir.... si Z...Halal darahnya" padahal hukum darah adalah najis dan dlm Quran dijelaskan secara gamblang.
Vonis teologis dalam negara agama saja, dilakukan oleh lembaga-lembaga yang berwenang. Apalagi di negara demokrasi tidak bisa seseorang atau kelompok tertentu yang tidak punya Otoritas karena beda pendapat, beda kubu dan benci kemudian melakukan vonis teologis : Murtad, Kafir, bid'ah, sesat dst. Kalau terjadi demikian yang divonis teologis bisa saja akan berbalik memvonis, dan yang terjadi adalah saling memvonis. Di Negara demokrasi/Rechtstaat/negara hukum semua harus dikembalikan kepada hukum (supremasi hukum).
Vonis teologis tidak bisa dilakukan secara serampangan oleh orang dan kelompok tertentu, atau lebih baik berdialog dan bermusyawarah supaya ditemukan jalan tengah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H