Sebagai Makhluk Ekonomi dalam memenuhi kebutuhan hidup tentu Pernah Belanja Barang dan jasa. Baik dari dalam dan luar negeri.
Umumnya Dalam beli ada dua respon 1. Membeli secara emosional (karena gengsi, karena termakan merek, karena ada idolanya dll). 2 Membeli secara rasional sesuai kebutuhan.
Mahal atau murahnya suatu barang dilihat dari pendapatan seseorang. Ada Motor seharga 15 Juta dengan kualitas dan mereka yang sama. Yang satu pendapatan 30 juta perbulan yang lain pendapatan 2 juta perbulan. Tentu bagi yang pendapatan besar 15 juta untuk beli motor adalah murah bahkan bisa cash. Berbeda dengan pendapatan 2 juta perbulan, melihat 15 juta terhitung mahal dan belinya harus cicilan jadi tambah mahal karena ada bunga cicilan.
Mahal atau murah juga sebenarnya relatif karena perbandingan kualitas, ini yang sering banyak orang lupa, entah karena tidak tau atau karena hal lain. Misal beli raket badminton sama dama harganya 300 ribu. Yang satu kualitas tinggi yang lain kualitas rendah. Tentu dengan harga 300 rb yang kualitas rendah dikatakan mahal dan yang kualitas tinggi dikatakan murah.
Mahal murah yang mutlak itu ketika harga pasar suatu komoditas misalnya 50 rb kemudian penjual meberikan harga 100 rb dengan kualitas barang dan jasa yang sama tentu inj yang dinamakan harga secara mutlak.
Karena alasan kebutuhan seperti pendidikan, kesehatan dan pekerjaan ndak perlu perhitungan harga (ndak perlu terlalu di irit irit), artinya mahal pun di usahakan bisa dibeli. Berbeda kalau masalah keinginan, ego & gengsi membeli barang ya yang murah murah saja.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H