Lihat ke Halaman Asli

abdul muiz

pedagang kayu manis

Perilaku Tak Etis Politikus

Diperbarui: 10 Desember 2019   14:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Screenshot twitter andi arie

Andi Arief atau AA, aktivis '98, diancam akan digebuk di depan anak istrinya oleh salah seorang politisi yang berasal dari partai penguasa, Henry Yosodiningrat dari PDIP. Narasi  di luar batasan moralitas ini dengan berapi-api dia sampaikan di depan sebuah forum yang sepertinya dihadiri orang-orang terhormat. Setidaknya, dari gaya berpakaian yang hadir terlihat seperti itu.

Bayangkan, jika moralitas seorang pejabat negara lebih rendah dari rakyatnya, apa kata yang lebih tepat kita sematkan untuk mereka. Coba juga bayangkan, jika masyarakat rendahan yang berbicara akan menggebuk pejabat yang abai kepada rakyatnya, apa yang terjadi? Bukankah uang yang mereka nikmati itu hasil keringat yang diperas dari uang rakyat?

Selama ini, narasi populis sebagai partai wong cilik selalu digelorakan PDIP. Narasi-narasi kritis selalu meyakinkan masyarakat bahwa partai ini memang benar-benar memperjuangkan suara rakyat.

Orientasi pada petani, borjuis kecil, kaum buruh, dan selalu antagonistik terhadap elite politik dan kaum borjuis besar yang dianggap menindas rakyat selalu dimajukan, baik dipanggung politik maupun forum-forum diskusi. Namun, yang terjadi setelah partai ini lama berada pada puncak kekuasaan malah sebaliknya.

Perilaku yang terkesan otoriter dan antikritik malah menjadi wajah barunya. Setiap orang yang kritis padanya dikejar dan diburu. Sementara itu, kelompok mereka yang petantang-petenteng mengaduk emosi rakyat dibiarkan begitu saja. Bahasa sederhanya, rakyat kritis digebuk, pejabat ngamuk dapat bonus.

Apakah partai penguasa saat ini tengah mengikuti trend baru yang disebut dengan populis otoriterianisme? Tren baru yang tengah bersemi dibanyak negara saat ini. Munculnya pemimpin-pemimpin kharismatik dari sebuah proses demokratis, kemudian kenyamanan kekuasaan megarahkan mereka kepada  otoriterianisme bahkan totaliter.

Populis otoriterianisme bukanlah sebuah cerita untuk sekedar menakut-nakuti. Ini fakta. Indeks Demokrasi Economist Intelligence Unit pada Januari 2018 melaporkan bahwa demokrasi elektoral melanjutkan "kemunduran yang mengganggu" di seluruh Indonesia. Sementara itu, sejak 2015 indek demokrasi Indonesia juga terus turun. Suatu kebetulan semata atau memang ada indikasi mengarah kesana?

Catatan, negara yang mengarah kepada populis otoriterinisme saat ini tengah mengalami masa suram. Gejolak protes terjadi hampir sepanjang tahun 2019. Mulai dari protes damai hingga protes yang berujung bentrok.

Dukungan pada demokrasi merupakan salah satu kebijaksanaan yang harus dilakukan masyarakat untuk menguatkan demokrasi. dukungan terhadap nilai-nilai demokrasi seperti kebebasan sipil, toleransi terhadap perbedaan, partisipasi dalam kehidupan sosial harus dimajukan agar kita terhindar dari wabah populis otoriterianisme.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline