Pernyataan di atas pantas saya lontarkan pada Museum Bank Indonesia. Pertama kali berkunjung ke museum itu Selasa (05/07/2011) kemarin membuat saya langsung jatuh hati. Saya sangat suka dengan interior museum tersebut. Benda-benda yang dipamerkan sangat informatif. Kalau Anda ingin tahu tentang sejarah Indonesia, museum ini pantas Anda kunjungi. Kalau Anda ingin tahu tentang sejarah keuangan negeri ini, Museum Bank Indonesia pantas Anda jadikan referensi. Kalau Anda ingin tahu tentang sejarah perekonomian negeri ini, Museum Bank Indonesia dapat dijadikan sumber pembelajaran. Semua informasi dan koleksi museum disajikan secara kronologis, dimulai dari masa kedatangan bangsa kolonial hingga era reformasi. Koleksi mata uangnya pun sangat lengkap. Semua mata uang yang pernah digunakan di wilayah Nusantara ini bisa Anda lihat di Museum tersebut.
Sarana dan prasarana yang disajikan dalam museum pun cukup membantu para pengunjung. Anda bisa menyaksikan sejarah Bank Indonesia lewat tayangan film di layar lebar LCD. Kalau informasi yang disajikan secara manual belum cukup, Anda dapat menyentuh tombol-tombol yang tertera di layar monitor LCD berukuran kecil cukup dengan sentuhan jari Anda. Secara teknologi, Museum Bank Indonesia sudah cukup memadai.
Desain interior Museum Bank Indonesia yang cukup menarik itu membuat saya betah berlama-lama di sana, mulai pertama kali masuk hingga keluar. Saat memasuki museum tersebut saya harus melalui pintu detektor yang dijaga oleh seorang petugas jaga. Kemudian saya menaiki beberapa anak tangga menuju sebuah altar yang cukup luas dan megah, khas bangunan peninggalan kolonial Belanda. Dari situ saya menemukan pintu masuk menuju aula museum dimana terdapat meja resepsionis yang akan melayani semua pengunjung sebelum melihat koleksi-koleksi museum. Saya pun bebas bertanya seputar museum pada para resepsionis tersebut. Dari mereka pula saya diberikan tiket masuk gratis. Selain itu, pengunjung juga akan mendapat lembar soal seputar benda-benda museum yang perlu dijawab. Semua jawaban bisa didapatkan di dalam museum.
Oleh karena itu, pengunjung harus jeli membaca semua informasi tentang benda-benda museum karena soal-soal yang disajikan semuanya seputar benda-benda koleksi museum. Kalaupun pengunjung ogah berpusing-pusing menjawab soalan di lembar soal tersebut taklah mengapa, tak dipaksa. Hanya saja, sebagai bagian dari petualangan menjelajahi museum jadi terasa kurang lengkap. Dengan menjawab semua soal di lembar soal tersebut pengunjung bisa sekalian mempelajari sejarah. Saya termasuk pengunjung yang tak memanfaatkan lembar soal tersebut. Meski demikian, kunjungan ke Museum BI tetaplah seru.
Dari aula resepsionis, saya menemukan layar LCD berukuran sekitar 17 inch yang cukup informatif dan komunikatif. Informasi seputar museum bisa saya dapatkan lewat teknologi komunikasi dan informasi tersebut. Untuk bagian ini saya langsung lewatkan karena sudah tak sabar ingin melihat isi museum. Saya langsung masuk ke dalam museum lewat pintu khusus tanpa penjaga. Interior museum yang redup mulai terasa, rasanya seperti berada dalam sebuah lorong. Di lorong tersebut terdapat layar LCD yang superlebar, mengikuti bentuk dinding yang bergelombang, isinya tayangan koin-koin uang yang jatuh dari langit. Lorong itu mengarahkan saya pada sebuah auditorium kecil seperti bioskop/teater kecil. Dari situ, saya langsung dibawa ke ruang benda koleksi yang menggambarkan sejarah awal lahirnya Indonesia. Mulai bagian ini saya mulai dibawa pada masa sejarah awal Indonesia, para penjelajah samudera, masa kolonial hingga berakhir di era reformasi.
Secara keseluruhan, sajian koleksi museum disajikan sangat informatif dan disusun secara kronologis sehingga saya bisa belajar sejarah perkembangan Indonesia. Tentu saja sejarah Indonesia tersebut sangat dikaitkan dengan sejarah perbankan, karena sejarah perbankan di Indonesia merupakan bagian dari sejarah Indonesia secara keseluruhan. Dari bagian ini, saya terus menelusuri ruangan museum menuju pintu keluar. Sebelum sampai pintu keluar, saya harus melewati ruang yang dulunya tempat penyimpanan batangan emas, kemudian tak jauh dari situ terdapat ruang numismatik yang tak kalah kerennya.
Dalam ruang numismatik saya bisa melihat koleksi mata uang yang pernah digunakan sejak zaman kerajaan Hindu-Buddha dan Kerajaan Islam di Nusantara, masa kolonial, hingga masa kemerdekaan Indonesia. Bagi para penggemar atau kolektor mata uang, ruang numismatik Museum Bank Indonesia bisa dijadikan referensi yang cukup handal. Bahkan koleksi mata uang dari berbagai negara juga terdapat di ruang numismatik tersebut. Semuanya diberi penjelasan yang singkat, padat, dan jelas.
Dalam Museum Bank Indonesia, saya juga tak perlu khawatir nyasar ke ruang-ruang tak penting dalam bangunan museum tersebut. Rambu-rambu atau petunjuk diberikan dengan sangat jelas. Semua rambu atau petunjuk mengarahkan saya ke seluruh bagian ruang pamer museum tanpa khawatir akan terlewatkan satu pun. Jadi, sangat pantas saya sebutkan, "Museum Bank Indonesia Menuju Museum Dunia", semua standar museum dunia yang seharusnya ada paling tidak sudah terpenuhi. Sayangnya, saya tak menemukan perpustakaan atau toko penjualan buku yang khusus menjual buku tentang benda-benda koleksi atau hal-hal yang berkaitan dengan sejarah Indonesia seperti yang disajikan dalam ruang pamer museum tersebut. Namun, tak apalah, saya toh bisa mencarinya di toko-toko buku yang tersebar di jagad Indonesia ini. Kalau Anda tertarik berkunjung ke Museum BI yang keren dan berteknologi ini, sila datang ke Jl. Pintu Besar Utara No.3, Jakarta Barat (depan stasiun Beos Kota). Museum yang menempati area bekas gedung Bank Indonesia Kota yang merupakan cagar budaya peninggalan De Javasche Bank yang beraliran neo-klasikal itu, yang dipadu dengan pengaruh lokal tersebut dibangun pertama kali pada tahun 1828.
- Sumber gambar: semua koleksi pribadi, kecuali gambar paling atas: http://checkdixout.blogspot.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H