Pengakuan Imas Tati, seorang tenaga kerja wanita (TKW) berusia 22 tahun di Arab Saudi memang sungguh tragis. Cerita wanita muda itu membuat saya tak habis pikir, di zaman atau di era Facebook ini praktik perbudakan manusia seperti di zaman jahiliyah masih tetap ada. Menurut Imas, seperti yang diceritakannya pada Kompas (22/06/2011), di Arab Saudi, para pembantu perempuan Indonesia diperlakukan sebagai budak. Mereka dianiaya dan diperkosa berulang kali oleh majikan dan keluarganya. Mereka dijadikan sebagai budak nafsu buat keluarga tersebut. Bahkan, saat bekerja di Kuwait, Imas beberapa kali lolos dari pemerkosaan majikan dan para ponakannya. Imas pun tak tinggal diam, dia berusaha lolos dari pemerkosaan tersebut dengan turun dan jatuh dari lantai tiga apartemen majikannya itu. Akibatnya, tulang punggung bagian tengah remuk dan kedua tulang sendi telapak kakinya juga patah. Penderitaan para TKI, khususnya TKW tak hanya sampai di situ. Ibarat kata pepatah, "Lepas dari mulut Harimau, masuk ke mulut Buaya", lepas dari majikan yang jahat dan kejam, mereka malah dijual dan diperas oleh agen-agen penyalur pembantu rumah tangga. Kalau pun mau lari percuma, biasanya mereka disekap, tak diperbolehkan keluar rumah. Uang pun tak ada karena gaji mereka tak pernah dibayarkan oleh majikannya yang kejam itu. Satu-satunya harapan demi keselamatan jiwa mereka adalah dengan cara melarikan diri. Kalaupun tak bisa juga, apa boleh buat, dengan terpaksa mereka pun membunuh majikannya demi nyawa dan keselamatan mereka. Ruyati merupakan salah satu contoh TKW yang terpaksa membunuh ibu majikannya demi harga diri dan nyawanya. Ruyati selalu mendapat perlakuan kasar dari ibu majikannya tersebut sejak tiga hari bekerja. Selain kasar, majikannya itu juga suka menyiksa. Kalau dilihat dari riwayat hidupnya, Ruyati bukanlah seorang kriminal apalagi pembunuh. Sosoknya hanya dikenal sebagai ibu rumah tangga yang menjadi tulang punggung keluarganya di Jawa. Kematian Ruyati merupakan pukulan besar bagi keluarganya. Sebagai manusia, saya tak habis pikir sendiri, seorang majikan bisa demikian teganya memperlakukan pembantunya seperti memperlakukan seekor binatang. Kekerasan fisik yang mereka lakukan terhadap manusia lainnya seperti tak menyentuh hati nurani mereka. Padahal saya yakin, mereka pasti sadar bahwa perbuatan mereka itu sangat bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan dan agama yang mereka anut. Yang lebih ironis lagi, praktik perbudakan sepertinya masih tetap menjadi trend di kalangan mereka. Padahal, nilai-nilai kemanusian di era Facebook ini sangat begitu dijunjung tinggi.
- Sumber gambar: http://mrvarghese.wcsd.wikispaces.net
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H