Lihat ke Halaman Asli

Kita Mulai dari Sini (Pendidikan Indonesia)?

Diperbarui: 17 Juni 2015   07:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

14305231672075267920

[caption id="attachment_381261" align="aligncenter" width="300" caption="www.jpnn.com"][/caption]

Prolog :

Anda diberi bahan isian yaitu kerikil, pasir dan air, serta satu gelas kosong. Isilah gelas tersebut dengan ketiga komponen bahan isian itu.  (Yang akan dinilai adalah logika berpikir yang sistematis dan analitis).

Pertanyaan:

Jelaskan urutan bahan yang harus dimasukkan agar semua rongga dalam gelas tersebut dipenuhi oleh bahan itu dan tuliskan persyaratan yang harus dimiliki gelas agar isian dapat penuh! Jawaban maksimal 5 kalimat.

Jawaban Mahasiswa :

Pengisian gelas kosong dengan kerikil, pasir dan air sampai gelas terisi penuh tanpa meninggalkan rongga dilakukan dalam beberapa tahap yaitu: Pertama, gelas kosong diisi oleh kerikil sampai setengah badan gelas. Kedua, gelas diisi pasir sampai ¾ badan gelas. Selanjutnya, gelas diisi air secara perlahan ke seluruh permukaan pasir sehingga butiran pasir mengalir dan menutupi seluruh bagian gelas yang terisi kerikil. Penambahan kerikil, pasir dan air secara berurutan dilakukan terus menerus sehingga gelas terisi penuh tanpa meninggalkan rongga. Kondisi gelas harus memiliki luas permukaan alas yang lebih kecil daripada luas permukaan atas agar ketiga bahan tersebut dapat mengisi gelas hingga penuh.

Menurut Anda apakah jawaban itu masuk ke dalam jawaban berbasis logika dan analisa ?

Apapun jawaban Anda, coba lihat jawaban dosen di bawah ini (Kita fokuskan pada pertanyaan kedua):

Apa persyaratan yang harus dimiliki gelas agar isian dapat penuh ?

Dosen menjawab: Ya gelasnya tidak boleh bocor, bagaimana harus dapat terisi penuh kalau gelasnya bocor.

Apakah jawaban itu berbasis logika dan analisa ?

Terlepas dari jawaban berbasis logika dan analisa, kedua jawaban itu seharusnya benar jika dilihat dari sudut pandang sains.

Dosen yang berbeda dengan pertanyaan yang berbeda

Apa persyaratan yang harus dimiliki bakteri dalam pewarnaan Endospora ?

Jawaban mahasiswa: Bakteri harus merupakan isolat murni (ini diajarkan dalam praktikum).

Jawaban dosen: Bakteri harus berumur tua (ini tidak pernah diajarkan atau sekedar di singgung dalam praktikum).

Faktanya, hanya jawaban dosen yang benar. Alasannya dalam bidang Mikrobiologi mutlak seluruh bakteri yang akan diteliti harus dalam keadaan murni (tunggal).

Namun, apakah jawaban mahasiswa itu mutlak salah ?

Secara logika, jawaban mahasiswa itu benar karena jawaban itu rasional dan ada literatur yang mendukung. Walaupun jawaban mahasiswa itu sederhana dan merupakan sesuatu yang umum di Mikrobiologi, tidak sepatutnya jawaban itu salah. Hal ini jika Kita bandingkan dengan pertanyaan di muka, dosen 1 hanya menjawab “gelas tidak boleh bocor”. Jawaban itu sangat sederhana, tapi itu benar karena rasional dan yang menjawab adalah dosen.

Bukan bermaksud membandingkan dosen, tapi inilah yang sering terjadi dalam dunia pendidikan di Indonesia. Bahkan sejak Kita masih duduk di bangku SD.

Kasus lain (di salah satu Sekolah Dasar).

Mengapa malam gelap ?

Siswa menjawab: karena tidak ada matahari (jawaban disalahkan oleh guru).

Guru menjawab: karena tidak ada bulan (jawaban benar karena yang menjawab guru).

Wali murid memprotes dan hasilnya tetap jawaban guru yang benar.

Sungguh memprihatinkan jika seorang pengajar tidak berpikiran secara luas dan hanya terpaku pada buku bacaan atau egonya masing-masing.

Faktanya, saat ini tidak sedikit siswa / mahasiswa yang lebih cerdas dibanding pengajarnya, dan tidak sedikit pula pengajar yang lebih mementingkan pendapatnya dalam mengajar dibanding melihat pendapat siswanya yang jika dilihat “jurnal sains” sebagai informasi pengetahuan terupdate saat ini adalah pendapat siswa tersebut benar.

Pengajar yang mampu belajar mendengar pendapat peserta didiknya dan mensimulasikan dengan ilmu yang Dia miliki tanpa langsung menetapkan pendapatnya siswanya “It is False”, dengan sedikit arahan dan bimbingan, maka Dia adalah pengajar yang sukses, pengajar yang mampu menciptakan “A Brilliant Innovator”.

Indonesia memiliki guru yang berkompeten dan siswa yang brilian. Jika mereka dapat bekerja sama dan saling sinkron dengan baik maka tidak sulit bagi negeri ini menciptakan Generasi Pemikir “Setengah Gila” yang mampu mengasilkan produk inovasi untuk kemajuan negerinya sendiri, Indonesia.

Jangan pernah membatasi inovasi dan kreasi seorang siswa hanya karena kurangnya wawasan seorang pengajar (pengajar yang masih berorientasi pada textbook, bukan jurnal terupdate atau aktual lapangan).

Baik siswa maupun pengajar intinya sama-sama belajar, lalu mengapa Kita tidak saling belajar bersama untuk kemajuan negeri Kita. Patahkan egomu, dan mari bersama Kita lihat dunia luar yang lebih luas. It's Amazing World.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline