Lihat ke Halaman Asli

Abdy Busthan

Aktivis Pendidikan

Postmodernisme

Diperbarui: 25 Januari 2019   14:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: www.tendreams.org

Secara teoritis, setiap orang akan merasa kesulitan untuk memulai darimana, bagaimana, seperti apa, dan dengan cara apa, ia dapat mendefenisikan istilah postmodern---istilah ini sangat bertendensi memunculkan berbagai macam pluralistis makna yang tidak dapat disepakati bersama.

Tung Yao Khoe (2013) berpendapat, postmodernisme adalah reaksi dari modernisme yang adalah hasrat untuk memahami dunia dengan menggunakan rasio. Tetapi harus dipahami, bahwa keberadaan postmodernisme bukanlah untuk mengakhiri masa modern. Sebab keduanya masih tetap berlangsung, sama seperti berlakunya filsafat-filsafat lain.

Selanjutnya Gene E Veith (1994:29) juga menyatakan bahwa,  postmodernisme merupakan respons dari kegagalan-kegagalan masa pencerahan, sekaligus menyingkirkan kebenarannya. Di sini, intelektualitas kemudian digantikan dengan keinginan, sedangkan penyebab digantikan emosi, dan moralitas digantikan dengan relativisme, sementara realitas digantikan pula dengan  konstruksi sosial.

Senada dengan itu, O'Donnell Kevin (2003) dalam bukunya yang berjudul "Postmodernism", menyatakan bahwa, kita tidak dapat memahami istilah postmodern ini tanpa terlebih dahulu melihat ke modernisme, di mana modernisme ini berasal dari gerakan terdahulu yang membuat temuan baru atau menemukan kembali pengetahuan lama. Sehingga untuk memahami postmodernisme, kita harus menelusuri kembali leluhurnya melalui sejarah dan melihat terhadap apa postmodernisme ini bereaksi.

Jadi, jika era atau masa "modernisme" di rujuk kembali ke belakang, maka orang akan mengenang kembali masa atau era "pra-modernisme". Sebaliknya, jika dilihat ke depan, maka orang pun akan diperhadapkan pada suatu era baru, yang biasanya di kenal dengan istilah "post-modernisme". Karena itu, maka dalam peradaban insan manusia, terdapat 3 (tiga) era yang memiliki ciri khasnya masing-masing, yaitu era: pra-modern, modern dan postmodern.

A.EraPra-modernisme

Era ini adalah masa awal yang bermula dari middle age atau masa reinassance. Pada masa ini, kekuasaan penuh dipegang oleh agama yang menjadi puncak dari segala hierarki kehidupan manusia. Dalam hal ini, semua hal yang tidak berhubungan dengan gereja (seperti: sains, ilmu kesehatan, dll) kemudian dianggap sebagai sihir jahat dan harus dihancurkan.

Urutan hierarki zaman pra-modern, diawali dengan: 1) Pemuka Agama; 2) Raja atau Bangsawan; dan 3) Rakyat. Dalam zaman ini, semua pekerjaan dilakukan oleh rakyat, yang ditujukan untuk kebutuhan dan kepentingan gereja. Dengan minimnya teknologi di zaman tersebut, semua barang dibuat secara manual oleh rakyat yang merupakan tingkatan terbawah dari hierarki.

Pada zaman ini, tingkat pengetahuan dan peradaban manusia terbagi dalam beberapa level, mulai dari era pemburu dan peramu, hortikultur sederhana, hortikultur sederhana kontemporer, hortikultur intensif, masyarakat agraris, hingga masyarakat pastoralis. Desain yang diciptakan untuk keperluan metafisis atau spiritual pada masa ini, lebih menekankan pada aspek simbol dan tanda dari suatu figur atau unsur-unsur tertentu. Itulah sebabnya, maka desain era pra sejarah hingga sebelum modernisme, lebih banyak bersifat "Form Follow Meaning" yaitu bentuk terikat oleh konsep-konsep pertandaan yang bermuara pada spiritualitas. Sistem produksi di masa ini, dilakukan secara manual. Semua produk seperti halnya baju, biasanya diproduksi sendiri. Kemudian muncul sistem barter, yaitu misalnya baju ditukar dengan hasil pertanian. Jika diberi skala, maka skala yang ada yaitu kecil. Sehingga terjadi pemberontakan berkepanjangan yang melahirkan kejadian besar dalam masa ini yaitu "perang salib" yang terjadi dari abad ke-11 hingga abad-13. Dalam perang ini, para ksatria (crusader) berjuang demi untuk bisa mempertahankan keyakinan agamanya, serta berjuang untuk dapat mempertahankan pemerintahan Eropa dari desakan pengaruh pemerintahan Islam dari Timur Tengah.

Beberapa teori yang berasal dan bermuara dari sejarah perkembangan kebudayaan pada masa ini, diantaranya adalah teori "masa poros" dari Karl Jaspers, yang terdiri dari pembagian lima periode hingga memasuki masa modernisme.

Pertama. Pendapat Jaspers tentang periode pertama adalah, 1) Manusia telah menggunakan api dan alat bantu sederhana, seperti: kapak, kulit pohon, atau kulit binatang; 2) Telah digunakan bahasa sebagai alat komunikasi. Suara telah berperan sebagai simbol; 3) Terbentuk kesadaran sebagai manusia, dan orang mulai membentuk kelompok-kelompok atau suku-suku yang mempunyai struktur sosial; dan 4) Kesadaran sebagai manusia telah menghasilkan

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline