Takdir yang kemudian mempertemukan kita. Dan cinta yang dahulu begitu hebatnya. Kini seolah menggenggam hatiku begitu erat. Nafasku mulai tak beraturan. Hingga kemudian aku rentangkan tubuhku dan lepas segala kegelisahan itu.
Dan apa yang ingin aku katakan lagi. Bukannya salah jika aku paksakan untuk kamu mencintaiku. Dan selalu sulit jika aku memaksakan kehendak. Ada dekapan erat yang hampir menghancurkan jantungku. Ada ancaman-ancaman yang datang dari dalam diriku. Dan itu sakit sekali dan mengkhawatirkan. Kepada kekasih yang entah engkau ada dimana. Dengarkan titah lisan yang mulai kaku dan hampir tak mampu untuk berucap lagi.Bacalah surat ini dengan penuh hikmat. Dan temui aku pada penghujung malam yang sunyi.
Jika kelak aku menjadi acuh padamu lagi. Tolong antar-kan secangkir kopi. Dimeja yang biasa tempatku duduk sambil merokok. Agar lembut hati ini lagi. Bersenda gurau bersamamu hingga pagi menjelang. Jangan sikapi aku dengan tatapan penuh kecurigaan dan seolah aku seorang penjahat cinta yang begitu tega menyakiti hati kekasihnya. Jangan sesekali sayang, aku ingin lebih lama denganmu.
Jam sudah menunjukkan tuju seper empat. Kemana lagi akan aku tabur kedukaan saat rindu datang menghampiri dan engkau tak kunjung menemui aku. Dengarlah setang jantung ini, ia mulai melemah. Di hantam frekuensi-frekuensi kerinduan. Dan cinta yang makin mengigit. Mencoba mengugut-ku untuk segera di tuntaskan. Lalu kemana akan aku cari dirimu. Kemana engkau di sembunyikan malam yang turun hujan serta angin sepoi-sepoi membelai jemari yang mulai menua. Kekasihku, pulang dan tuntaskan lah rindu ini.
Ada secarik kertas di atas meja dan sebuah bolpoin di sampingnya. Milik siapa kata ini? Kata yang jika kemudian tertuang dalam diksi lisan dan tulisan. Seolah menyeruak-kan berjuta keganjilan dalam kehidupan. Menghadirkan abstraksi serta tanya yang seolah tak ada pangkal jawabnya. Kemana lagi akan aku punguti diksi untuk menyambung lidah yang tak sempat ber-lisan serta hati yang rindu memandang senyum kekasihnya.
Jangan pandang wajahnya, nanti hilang sakralnya. Takut ia menjadi khayal pada angan semata. Khawatir ia menjelma nestapa pada lisan. Senyummu cukup indah, dan hatimu begitu lembut. Tidak akan aku biarkan diriku merampas itu semua. Maka simpanlah di saku hati yang paling dalam. Atau titipkan pada cinta. Untuk kemudian kujaga hingga malam berselimut senja.
Jum'at, 22 Januari 2021.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H