Lihat ke Halaman Asli

Pramuniaga Itu Minta Imbalan Ciuman Sang Pelanggan

Diperbarui: 18 Juni 2015   01:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

14103428401363489366

Ilustrasi (anneahira.com)

Tadi siang, aku bersama anak pertamaku yang berumur 6,5 tahun belanja di sebuah toko modern yang sudah menjadi langganan keluarga. Sesampai di tempat parkir seorang pramuniaga yang sudah sangat ku kenal sebut saja namanya Brenda tengah menyapu halaman. Usai menyapa dengan senyum, kami langsung masuk ke toko mencari apa yang menjadi kebutuhan.

Setelah selesai dan membayar di kasir, selain mendapatkan belanjaan dan kartu undian, kami juga mendapatkan stamp yang merupakan program toko. Sejumlah stamp yang terkumpul dalam jumlah tertentu nantinya bisa ditukarkan dengan cinderamata khusus dari toko tersebut. Halin, anak pertamaku termasuk yang paling suka mengumpulkan stamp itu.

Keluar dari toko, kami disambut Brenda yang baru saja selesai menyapu halaman. “Halin mau stamp lagi?’ tanya sang gadis pramuniaga itu. Anak pertamaku tentu saja langsung mengiyakan penawaran cuma-Cuma yang menyenangkan itu, lagi pula untuk mendapatkan satu stamp kita harus belanja minimal 30 ribu rupiah berlaku kelipatan. Nah kali ini anak pertamaku, sekeluar dari toko malah ditawari stamp gratis tanpa harus belanja, yah mungkin sisa-sisa atau akumulasi dari kelebihan 30 ribu yang kemudian bisa diberikan oleh sang pramuniaga kepada siapa saja yang dikehendaki. Tapi entahlah...

“Ya mau-mauu...” jawab putraku penuh semangat. “Tapi kasih sayang (cium) dulu donk..” ujar pramuniaga berusia 20an tahun itu seraya mendekatkan pipinya ke wajah putraku. Sontak putraku yang baru kelas dua MI (setingkat SD) menolak permintaan sang gadis dewasa itu. “Ga ah, ga mau..” katanya sambil menggelengkan kepala. Brenda bergegas cepat ke toko dan keluar sambil membawa beberapa stamp dan langsung diberikan kepada putraku yang telah duduk di sadel motor membeoncengku.

“Nih stamp nya, ayo sayang (cium) dong..” ujar Brenda menyerahkan stamp kepada putraku, lagi-lagi sambil menyorongkan pipinya ke arah wajah putraku. Lagi-lagi pula, putraku menolak permintaaan sang gadis. Aneh, kenapa tidak si gadis itu saja yang mencium putraku? Ku kira itu masih wajar ketimbang dia harus meminta dicium (ingin dicium) oleh putraku? Atau jangan-jangan dia sebenarnya tidak ingin dicium oleh sang anak, tapi ingin dicium oleh sang bapak? hahaha..... ngayal kali ya?

Beruntung pula aku waktu itu bisa menjaga diri dengan tidak menggoda sang pramuniaga dengan kalimat “Sini bapaknya aja yang nyayang (mencium) kamu?” Coba kalau kalimat sejenis itu terlontar dan dapat respon “positif” dari sang pramuniaga, kira-kira apa yang bakal terjadi selanjutnya? Na’udzubillah... (Banyumas; 08 September 2014)

Salam Kompasiana!

Sebelumnya; Inilah Politisi Terhebat Tahun 2014

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline