Nama kami Rahmat
bukan penjahat.
Bukan karena ini tanah Tuhan
kami
bisa seenak-enaknya.
Saudara mati meletup dalam anyir
lekas dikubur.
Tak usah berdalih,"Tanah milik negara"
lalu menunggu negeri berbakti.
Simpang pada asa, bukan beda nyata.
Masih sedarah dan sedogma
lekas dipusara!
Bila tanah tak sanggup menelan amisnya,
datang dengan sekuntum gardenia
niscaya sia-sia.
Maka, hendak ditabur biji-biji saja
seraya menanti merpati
makan dari makamnya
dan terbang kembali.
Bawa kesan-pesan mesra,
teruntuk burung gereja
bahwa
di sana ada Rahmat.
"Makan lah!"
Yogyakarta, 2023
*Selamat menjalankan ibadah puasa, bagi hamba-hamba rahmatan lil 'alamin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H