Lihat ke Halaman Asli

Salah Kaprah dalam Menanggapi Opini

Diperbarui: 14 Februari 2017   19:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi: pinterest.com

“Without data, you’re just another person with an opinion” merupakan salah satu kutipan klasik dari William Edward Deming, seorang legenda statistika dari Amerika Serikat yang banyak dikutip orang. Saya sepakat dengan kutipan tersebut, data mempunyai peran penting sebagai penguat pernyataan seseorang atas suatu fenomena. Tanpa data, kita mungkin hanya menyampaikan argumen lain atas fenomena yang kita amati. Setidaknya itu salah satu poin dari opini yang disampaikan oleh banyak orang dari berbagai kalangan. Opini tidak harus memaparkan dan menjelaskan berbagai data.

Lantas sebagian orang mungkin berpikir apakah opini dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya jika tidak tersedia data? Bagi saya, opini tidak mengharuskan ketersediaan data secara empirik yang teruji secara ilmiah. Namun, opini dapat saja melampirkan berbagai data yang kita anggap mendukung argumen kita meski tidak perlu lantas menguji keakuratan datanya. Lantas, terkait dengan kemampuan untuk dipertanggungjawabkan, saya lebih memilih untuk menyampaikan bahwa penyampai opini harus sadar atas konsekuensi gagasan, komentar atau pernyataannya sebagaimana menulis secara ilmiah.

Saya lebih sepakat untuk menegaskan bahwa opini dapat saja berupa lebih banyak porsi sudut pandang kita dalam menanggapi suatu fenomena dibandingkan memaparkan data. Terkait perbedaan yang terjadi, Saya rasa itu hal yang wajar dan tidak perlu diperdebatkan secara serius. Namun, jika perlu, Anda cukup beradu tentang kebenaran opini dalam suatu tulisan ilmiah dengan kaidah-kaidah yang disepakati bersama. Namun, perlu diingat bahwa hasilnya bukan lagi berupa suatu opini, melainkan hasil penelitian.  

Mari kembali lagi menanggapi pertanyaan apakah opini dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya tanpa data yang jelas? Terkait hal ini, saya senang untuk mengawalinya dengan membagi opini berdasarkan wujudnya. Pertama, opini tidak tertulis. Bagi saya, opini tidak tertulislah yang sulit dipertanggungjawabkan karena tidak ada secara fisik namun lebih banyak berwujud pernyataan-pernyataan langsung dari penyampai opini dalam berbagai kesempatan.

Dengan demikian, hanya penyampai opini dan pendengar yang berada di lokasi yang sama saja yang dapat dijadikan saksi atas kesesuaian opini yang disampaikan. Namun, sekali lagi bukan pada ranah kebenaran dari opini, namun lebih kepada kesesuaian pernyataan sebagaimana yang telah disampaikan.

Kedua, opini tertulis. Berbeda dengan opini tidak tertulis, opini dalam bentuk tertulis sangat mudah dipertanggungjawabkan karena secara fisik dapat kita cermati kata per kata sebagai pembaca. Pembaca dapat memahami sudut pandang yang digunakan penulis opini secara implisit maupun eksplisit dari tulisannya. Selain itu, beberapa penulis justru menyampaikan rujukan yang digunakan secara gamblang dalam tulisannya sehingga kita menyadari di mana posisinya dalam menulis opini. 

Pihak yang sepakat tentu akan senang dengan tambahan referensi terkait suatu fenomena, seolah menemukan teman baru dari kumpulan teman-teman yang belum pernah terjangkau sebelumnya. Namun, bagi pihak yang tidak sepakat, tidak sedikit berbagai sanggahan disampaikan dengan menyampaikan berbagai informasi dan data penunjang sebagai pembanding atau bahkan menyalahkan penulis dengan berbagai hujatan dalam bentuk ekstremnya.

Sekali lagi, di mana poin kebenaran dari opini? Yap, sebelum menjawab ini, mungkin kita sering kali lupa tentang esensi dari menyampaikan opini itu sendiri. Kembali lagi, seseorang bebas menggunakan sudut pandang apa pun dalam menyampaikan opini baik itu didukung data ataupun tidak, pun tidak perlu mengandung suatu kebenaran secara ilmiah. Kebenaran secara ilmiah yang tidak dapat dipertanggungjawabkan oleh penulis opini atas tulisannya. Namun, kebenaran bahwa penulis secara sadar menyampaikan pernyataan baik berupa tanggapan, ide atau komentar itulah yang dapat dipertanggungjawabkan.

Akan tetapi, menyalahkan seseorang yang beropini atas suatu fenomena bagi saya seolah seperti “menampar orang yang minum sup tidak dengan sendok”. Sesuatu yang tampak secara kasat mata tidak umum lantas layak dipermasalahkan. Kita seringkali merasa tergesa-gesa dalam menanggapi suatu pernyataan yang disampaikan orang lain. Sering kali berbekal pengalaman, bahan bacaan yang kita baca atau tidak sedikit juga menanggapi atas dasar pernyataan orang lain

Bagi saya, sah-sah saja untuk menyampaikan gagasan, ide ataupun komentar bahkan kritik atas suatu fenomena baik dalam bentuk tidak tertulis maupun tertulis. Justru melalui perkembangan opini dari berbagai sudut pandang akan mengingatkan kita bahwa faktanya masyarakat mempunyai banyak sudut pandang dalam memberikan respons atas suatu fenomena. Namun, jika memang perlu dan penting untuk diperdebatkan, maka hal ini bisa saja ditampung dalam suatu diskusi atau bahkan ditindaklanjuti dengan dilakukan penelitian secara ilmiah tentunya.

Akhir kata-kata, selamat menyampaikan opini Anda, sebaiknya secara tertulis, namun tentu ingat bahwa atas apa yang Anda tulis terdapat konsekuensi logis untuk dipertanggungjawabkan secara moral. Seperti saya menulis opini ini, Anda berhak menilai dan memberikan sudut pandang berbeda.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline