Memang benar jika ada orang yang mengatakan bahwa pengalaman adalah guru yang baik. Saya sendiri mengalami hal itu. Lulus dari SMP adalah masa-masa yang ditunggu karena ini adalah masa transisi dari pelajar yang masih manja menjadi pelajar yang lebih mandiri. Begitu juga kehidupan di dunia nyata yang saya alami. Saya melanjutkan sekolah di SMKN 1 Kediri, tempatnya di kota sedangkan rumah saya ada di desa. Karena itu saya memutuskan untuk menggunakan sepeda ontel untuk pergi ke sekolah tiap hari. Jarak yang hanya sekitar 12 kilometer membuat saya memilih untuk naik sepeda ontel daripada harus naik bus yang harus bayar :D . Keluarga saya hanya punya 2 sepeda ontel dan 1 buah motor tua dan itupun digunakan untuk bekerja oleh Bapak saya. Dengan penghasilan yang tak seberapa maka sudah seharusnya saya pintar-pintar menghemat uang. Jatah uang saku yang diberikan oleh orang tua sebesar 50 ribu rupiah tiap bulan. Dengan uang sejumlah itu semua kebutuhana jajan dan sekolah saya selama sebulan harus benar-benar efisien.
Di lingkungan saya memang jarang ditemui anak yang mau sekolah ke kota dengan naik sepeda tapi itu tak membuat saya berkecil hati. Saya sudah sadar bahwa inilah yang terbaik buat saya jalani. Enaknya naik sepeda ke sekolah di kota yaitu badan jadi lebih sehat walau memang kerasa capek setiap pulang sekolah :D . Belum lagi panas matahari dan asap-asap kendaraan bermotor yang selalu menemani dan hujan yang dalam periode tertentu mengguyur Kediri. Dulu sempat ketika masih SMP di pagi hari ketika minta uang saku ke orang tua tp orang tua bilang bahwa sedang tidak punya uang, mulai sejak itulah saya semakin hormat kepada orang tua dan lebih menghargai kerja keras beliau dalam menafkahi keluarga ini. Hal ini juga menjadi salah satu penyemangat setiap saya berangkat sekolah ke kota bahwa orang tua sudah bekerja keras untuk memberi makan dan menyekolahkan anak-anaknya. Sudah sepatutnya sebagai anak saya harus berjuang keras dan tidak terlalu membebani beliau.
[caption id="attachment_322042" align="aligncenter" width="219" caption="satria bersepeda"][/caption]
Setiap pagi hari saat berangkat sekolah selalu saya niatkan untuk menuntut ilmu sebaik mungkin. Dan do'a restu dari orang tua tiap pagi menambah semangat saya untuk berjuang. Kala lelah menghinggapi saat mengayuh sepeda maka saya berkata kepada saya sendiri, " Ini adalah perjuangan saya. Menyerah bukan di sini tempatnya. Orang tua di rumah pasti berharap anaknya menjadi orang yang sukses dan bisa sekolah setinggi-tingginya. Suatu saat pasti saya akan bisa kuliah dan melakukan yang terbaik untuk orang tua. Saya juga harus bisa menghajikan kedua orang tua", dan lelah seperti hilang berganti dengan semangat yang menggebu dan rasa syukur telah diberi kesempatan untuk bisa sekolah terus. Rasa syukur saya bertambah ketika tahu ternyata sekolah juga menyediakan bantuan penghapusan biaya spp untuk keluarga yang kurang mampu. Saya mengajukan diri dan alhamdulillah mendapat pembebasan biaya spp tersebut.
Memang dasarnya saya lahir dari keluarga pedagang maka saya memutuskan untuk berjualan pulsa setelah tidak sengaja membaca artikel usaha pulsa di internet ketika sedang mengerjakan tugas di warnet. Walau pada awalnya rasa malu tetap ada di awal-awal namun saya menguatkan hati bahwa ini guna membantu pembiayaan sekolah saya dan agar bisa nabung untuk kuliah nanti, ya walau keuntungannya tak seberapa. Berangsur-angsur setelah penghasilan saya di usaha pulsa mencukupi maka saya memutuskan untuk tidak meminta uang saku lagi kepada orang tua. Waktu luang di sekolah saya gunakan untuk berkunjung ke perpustakaan di sekolah. Harapan untuk memperoleh banyak ilmu membuat saya selalu antusias untuk sesering mungkin singgah ke sana. Jika membeli buku sendiri terlalu mahal maka itu adalah salah satu jalan agar saya tidak ketinggalan dengan siswa-siswa lain yang memang mampu membeli buku penunjang sendiri.
Saat sudah kelas XII saya mencoba realistis, apakah nantinya mau kuliah atau kerja dulu. Berhubung saya di SMK tentunya ada bekal yang cukup bila nantinya ingin langsung kerja. Apalagi jika melihat uang yang sudah terkumpul jauh dari cukup untuk bisa membiayai saya agar bisa masuk kuliah. Saya meneguhkan hati untuk berjuang dulu untuk bisa kuliah. Saya memutuskan untuk mencari penghasilan tambahan dengan membantu orang tua yang memang menawari saya. Saat itu orang tua sedang punya usaha dibidang makanan yaitu membuat martabak mini yang bekerja sama dengan kenalan Bapak saya. Sayapun dengan semangat menggebu mencoba mempromosikan ke teman-teman dan kenalan, barangkali mereka berminat membeli martabak mini yang saya tawarkan. Di sore harinya setelah pulang sekolah saya datang ke TPA deket rumah dengan membawa gerobak untuk menjajakan martabak mini manis. Sering juga sebelum berangkat ibu saya memberikan semangatnya dan mengatakan bahwa barang dagangan nanti pasti laris manis. Itu menjadi penyemangat tambahan ketika saya berjualan di TPA. Di sela-sela berjualan saya sempatkan untuk mengerjakan soal-soal UN, USM STAN dam SNMPTN. Sungguh menyenangkan bisa belajar sambil berjualan. Kadang saya juga membayangkan seandainya nanti bisa kuliah pasti sangatlah membanggakan orang tua.
Suatu hari saya mendapat info yang tak terduga dari salah satu teman sekelas bahwa ada beasiswa bagi siswa-siswa tak mampu untuk bisa melanjutkan ke perguruan tinggi, Bidik Misi, itulah nama program yang sampai saat ini masih saya terima. Tentunya ada banyak persyaratan di dalamnya untuk bisa mengikuti program tersebut dan alhamdulillah saya termasuk kualifikasi calon penerima bantuan tersebut. Saya dan teman-teman dengan cekatan mengurus administrasi apa saja yang dibutuhkan. Kami memilih jalur SNMPTN undangan di dalam pengajuan Bidik Misi tersebut dan kesalahan saya saat itu adalah memilih jurusan favorit di PTN favorit dengan grade yang tinggi. Sudah bisa ditebak, dari beberapa teman yang mengajukan hanya ada 2 anak yang diterima, saya tidak termasuk di dalam 2 anak tersebut. Ini bukanlah akhir dari segalanya. Benar saja, setelah beberapa hari kemudian ada salah satu teman yang mendapat informasi bahwa ada kesempatan untuk bisa kuliah di Politeknik Elektronika Negeri Surabaya (PENS) dengan jalur PMDK serta bebas biaya karena Bidik Misi juga berlaku di situ. Setelah selesai mengurus administrasi yang dibutuhkan akhirnya kami memutuskan untuk mencoba daftar ke PENS. Kebetulan ada dua teman yang saat itu sudah diterima di PENS lewat jalur ujian mandiri. Alhamdulillah ada tumpangan karena mereka naik mobil untuk daftar ulang yang bersamaan dengan pembukaan jalur PMDK.
Setibanya kami di sana kami lansung datang ke loket pendaftaran. Kami bertanya ke salah satu petugas di tempat pendaftaran mengenai pendaftaran. Beberapa informasi saya dapatkan dan ternyata pendaftaran PMDK sudah tutup dan pada saat itu PMDK sudah tahap penyerahan data administrasi bagi calon mahasiswa yang sudah tersaring dalam jalur PMDK, untuk pendaftaran jalur UMPN yang masih buka saat itu. Saya langsung drop saat itu, serasa tak ada kesempatan lagi untuk bisa kuliah gratis. Saya dan teman saya yang bernama Yanuri memutuskan untuk menenangkan pikiran terlebih dahulu, kami segera menuju mushola An-Nahl untuk sholat Dzuhur. Setelah sholat saya merasa lebih tenang. Secara kebetulan kami bertemu dengan salah satu alumni SMK temat saya bersekolah. Beliau memberi motivasi agar kami mencoba jalur UMPN dan meyakinkan kami bahwa kalau sudah diterima kuliah di situ pasti ada banyak beasiswa yang menunggu. Kamipun kembali ke tempat pendaftaran dan sempat bertanya-tanya dengan salah satu pendaftar dan kebetulan dia juga mau ikut UMPN dan yang membuat kami agak kaget ternyata UMPN juga menerima calon mahasiswa penerima Bidik Misi. Kekagetan ini wajar karena saya merasa bahwa saya kurang update dalam informasi mengenai pendaftaran di kampus yang saya tuju. Akhirnya kami daftar lewat jalur UMPN. Seminggu setelah pendaftaran kamipun mengikuti tes tulis, berharap ini merupakan jalan terbaik. Jauh-jauh hari sebelumnya sempat beberapa kali ditanya oleh ibu dengan pertanyaan yang sama, "Sok bar lulus pengen kuliah ato kerja Tom? (Nanti setelah lulus ingin kuliah apa kerja Tom?)", dan saya pun menjawab dengan jawaban yang sama setiap kali ditanyai seperti itu,"Pengene kuliah duilu tapi lek ndag bisa ya kerja dulu sambil ngumpulne uang (Inginnya kuliah dulu tapi jika tidak bisa ya kerja dulu sambil mengumpulkan uang)". Setelah itu ibu saya langsung memalingkan wajah beliau ke arah lain, dari wajah beliau saya sebenarnya bisa melihat ada perasaan sedih karena tidak mampu membiayai jika saya nanti langsung kuliah. Itu adalah momen yang sulit terlupakan.
Di suatu pagi saya mendapat sms dari temen, dia bilang kalau saya lolos UMPN dan diterima di PENS. Tentu saya terkejut tp belum percaya, maka dari itu saya tidak memberitahukan sms tersebut ke orang tua dan memilih pergi ke rumah teman yang kebetulan punya komputer dengan koneksi internet. Saya memilih untuk mengecek sendiri kebenaran informasi dari teman saya. Betapa semakin terkejutnya saya dan bahagia setelah mengetahui nama saya ada di list peserta yang lolos UMPN. Dengan segera saya kembali ke rumah dan memberitahukannya ke orang tua. Orang tua saya senang sekali dan dari wajah beliau masih terlihat rasa heran dan tidak percaya bahwa saya diterima di salah satu kampus unggulan di negeri ini. Tentu saja saya juga langsung menjadi penerima bantuan Bidik Misi yang tiap bulannya mendapat uang sebesar 600 ribu rupiah untuk bertahan hidup.
Saya beruntung bisa melanjutkan ke perguruan tinggi negeri. Ada banyak anak yang memiliki kisah hidup seperti saya bahkan mungkin lebih sedih hidupnya daripada saya yang juga berhasil melanjutkan jenjang pendidikan di perguruan tinggi dengan bantuan Bidik Misi. Yang pasti pendidikan bukan hanya untuk orang kaya, yang tidak mampu pun juga masih bisa lanjut ke perguruan tinggi. Tetaplah semangat teman-teman, perjuangan kita masih panjang untuk bisa membalas kebaikan negeri ini dengan memberi prestasi. Dan untuk adik-adik yang sekarang duduk di bangku sekolah, jangan pernah menyerah kepada keadaan, ubahlah dengan prestasi dan semangat belajar kalian agar tidak sia-sia kerja keras orang tua dari adik-adik. Sampai bertemu di pintu kesuksesan :)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H