Hari ini, Kampanye 2019 sudah dimulai dengan dideklarasikannya "Deklarasi Kampanye Damai" oleh kedua Capres dan cawapres pilihan. Pastinya kita akan sering mendengar celotehan-celotehan visi dan misi yang yang terlintas melalui media-media baik tv, radio, media sosial dengan menjanjikan masa depan yang cerah bagi rakyat saat ini. "Janji"? itu dia yang selalu diutarakan di mimbar-mimbar politik agar supaya rakyat memilihnya sebagai pemimpin rakyat masa depan. Kampanye "Janji" akan segera kita dengar, namun pertanyaannya adalah apa pesan tersembunyi dari kampanye "Janji" itu?
Tentunya, pesan tersembunyi dalam kampanye "janji" itu adalah "Akulah yang terbaik!" Menurut Franz Magnis Suseno, rasa 'Keakuan' dalam diri seseorang dalam hal memimpin ingin menunjukan sikap menawarkan diri atas dasar keyakinan bahwa "Aku memamg paling mampu memimpin bangsa." Tapi bisa dikatakan hal wajar, bila ambisi 'keakuan' dalam memimpin itu ada pada diri sebagai bentuk motivasi untuk mendorong berprestasi.
Namun, yang perlu dikhawatirkan adalah jika orang menjadi politisi-politisi secara profesional hanya untuk mencari keuntungan material semata atau pundi-pundi kekayaan untuk pribadi, ini yang harus dikhawatirkan oleh rakyat saat ini.
Kembali lagi ke perihal "janji". Kita akan memaknakannya dengan 'ambisi keakuan'. Apakah 'ambisi keakuan' ini menjurus kepada motivasi untuk berprestasi bagi bangsa ini ataukah hanya sebatas untuk egonya sendiri atau untuk kelompoknya sendiri?Inilah yang patut kita lihat kecondongan-kecondongan pada "janji" itu.
'Ambisi Keakuan' merupakan sebuah cerminan karakter dari seorang pemimpin. Karakter pemimpin yang baik pasti akan menunjukan pada prestasi bukan politisasi. Tapi karakter pemimpin yang tidak baik akan menunjukan pada egoisentrisasi dan politisasi.
Masalah karakter, tentunya kita bisa melihat petunjuk dari pribadi seseorang itu. Misalnya pembawaan diri, kemampuannya untuk merumuskan cita-citanya dan rencana-rencananya dengan jernih, cara seseorang bicara tentang para pesaingnya, cara menilai prestasi para pendahulunya. Semua itu memberikan petunjuk tentang karakter dan kemampuannya. Namun, tentu kita juga jangan terkecoh juga dengan manipulasi sosial diantarantya dengan media sosial.
Namun, yang paling menentukan kata Romo Mganis adalah mengetahui "Janji" itu dari track recordnya seorang calon pemimpin itu. Kita harus memperhatikan dengan kritis dan tajam bukan dengan berita sepintas dan tak jelas atau hoaxs. Oleh karena ity, kita sebagai masyarakat wajib meneliti track record para calon. Karena gini, track record itu penting dengan melihat dari "janji" itu sendiri. "janji"yang dijanjikan tentunya secara konsekuensi ketika terpilih harus dijalankan sesuai dengan kepentingan masyarakat luas buka kepentingan politik.
Namun perlu diingat bahwa dalam politik itu hampir menggunakan dengan segala cara untuk mendapatkan simpati dan empati masyarakat khususnya dalam kampanye. Karena kampanye merupakan ajang memamerkan diri, atau unjuk gigi untuk mendapatkan kepercayaan masyarakat luas. Dengan kompromi, kontrak politik, dan sebagainya dilakukan oleh para calon pemimpin saat ini. Intinya bahwa seorang pemimpin yang mnenggunakan "janji" politik itu harus yang menjung jung tinggi hak-hak rakyat dan membela rakyat. (Sukma)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H