Lihat ke Halaman Asli

Aba Syukur

Mahasiswa Aktif Hubungan Internasional FISIP UIN Jakarta

Dilema Perdamaian Dunia: Ancaman Nuklir Korea Utara dan Dinamika Aliansi Militer Global

Diperbarui: 13 September 2024   21:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

DILEMA PERDAMAIAN DUNIA: ANCAMAN NUKLIR KOREA UTARA DAN DINAMIKA ALIANSI MILITER GLOBAL

Oleh: Aba Syukur

Latar Belakang

Asia Timur, khususnya Semenanjung Korea telah lama menjadi titik sentral atensi internasional, terutama semenjak perpecahan antara Korea Utara dan Selatan yang menyimbolkan perjuangan geopolitik yang lebih luas pada era pasca-perang dunia II. Pada tahun-tahun kebelakang, ketegangan ini telah meningkat karena program senjata nuklir Korea Utara yang dipercepat dan pergeseran dinamika aliansi militer global. Pyongyang terus mengembangkan kemampuan nuklirnya sehingga membuat negara-negara tetangga dan kekuatan global merespon dengan menguatkan kerja sama militer mereka. Contohnya adalah Amerika Serikat yang telah memperdalam aliansi mereka dengan Korea Selatan dan Jepang, sementara Korea Utara mencari dukungan dari Rusia dan China (Arms Control Association, 2024).

Tulisan ini membahas bagaimana ancaman nuklir Korea Utara, yang disertai dengan berkembangnya persekutuan militer internasional dapat menimbulkan tantangan yang signifikan terhadap perdamaian dunia. Fokus utama penulis adalah pada analisis interaksi hubungan kompleks antara aliansi Korea-Jepang dan Korea Utara poros Korea-Russia-China, serta bagaimana dinamika ini dapat meningkatkan potensi konflik global. Selain itu, tulisan ini juga bertujuan untuk menganalisis hubungan kompleks antara penimbunan nuklir, negosiasi diplomatik, dan keseimbangan yang rapuh kekuasaan di Asia timur laut dan sekitarnya. Dengan menganalisis aspek historis, kondisi geopolitik saat ini, dan potensi di masa depan, tulisan ini diharapkan dapat berkontribusi pada dunia akadmeisi, terutama tentang nonproliferasi nuklir, resolusi konflik, dan upaya perdamaian dunia.

Tulisan ini berisi latar belakang sejarah perkembangan nuklir Korea Utara, dinamika aliansi global, implikasi konflik terhadap geopolitik global, serta potensi di masa depan.

Pengembangan Nuklir Korea Utara

Ambisi nuklir Korea Utara sudah terlihat sejak tahun 1950-an. Akan tetapi, programnya sudah mencapai momentum pada tahun 1980-an. Korea Utara telah melakukan uji coba nuklir pertamanya pada tahun 2006, diikuti dengan uji coba berikutnya pada tahun 2009, 2013, 2016, dan 2017 dimana peningkatan tingkat kecanggihan kian meningkat. Upaya Pyongyang untuk menggunakan senjata nuklir didorong oleh beberapa faktor, seperti masalah keamanan, politik dalam negeri, dan pengaruh internasional. Rezim Korea Utara memandang nuklirnya sebagai aset penting terhadap ancaman eksternal, terutama dari Amerika Serikat. Selain itu, program nuklir dianggap sebagai alat yang ampuh untuk negosiasi diplomatik sehingga memungkinkan Korea Utara menuntut konsesi dan pengakuan di panggung global meskipun hal ini mengakibatkan mereka mendapatkan berbagai sanksi internasional dan isolasi diplomatik (Arms Control Center, 2024).

Dinamika Aliansi Militer Global

Aliansi trilateral antara Amerika Serikat, Korea Selatan, dan Jepang telah membentuk landasan strategi keamanan di Asia Timur. Kemitraan ini telah diperkuat secara signifikan dalam menanggapi ancaman nuklir Korea Utara. Aliansi ini mencakup berbagai aspek kerja sama militer, termasuk latihan militer bersama, pembagian intelijen, dan perencanaan pertahanan yang terkoordinasi. Pada tahun 2022, ketiga negara menandatangani perjanjian untuk melakukan latihan peringatan rudal trilateral dan berbagi informasi mengenai peluncuran rudal Korea Utara, yang menandai tingkat integrasi baru sebagai langkah penting dalam menjaga stabilitas regional dan counter nuklir Korea Utara. Amerika Serikat juga telah meningkatkan kehadiran regionalnya melalui pengerahan berbagai aset strategis, termasuk kapal induk dan sistem pertahanan rudal canggih seperti THAAD di Korea Selatan (Mahadzir, 2023).

Menanggapi trilateral diatas, perjanjian strategis antara Korea Utara dan Rusia muncul sebagai sarana demi kepentingan geopolitik bersama. Kesamaan Nasib sebagai negara yang mendapat isolasi dan sanksi internasional menambah tendensi untuk bekerja satu sama lain. Dalam beberapa tahun terakhir, kemitraan ini telah mendapatkan momentum baru, terutama dalam konteks meningkatnya ketegangan Rusia dengan Barat. Motif Rusia untuk memperkuat aliansi ini memiliki banyak sisi. Pertama, hal ini memberikan Rusia pengaruh yang lebih besar di Asia Timur, mengimbangi kehadiran US di wilayah tersebut. Kedua, kerja sama dengan Korea Utara menawarkan potensi keuntungan ekonomi bagi Rusia, terutama dalam hal tenaga kerja dan sumber daya alam (Indonesia Defense, 2024).

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline