Lihat ke Halaman Asli

Abas Basari

Guru Biologi SMA Al Masoem

Hari Gini Masih Kerokan?

Diperbarui: 19 Agustus 2022   17:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Masuk angin, tanpa berpikir lama kakak saya menyuruh saya langsung keluarkan jurus kerokan kulit punggung. Itulah saat saya usia remaja di Sumedang. Bukan cuma satu kali saya menjadi "tukang kerokan" kulit terutama kulit punggung. Selesai di kerok, kakak saya memperlihatkan bekas kerokan kulit punggung sebagai bukti telah berhasil "mengeluarkan" angin dari tubuhnya.

Hanya dengan menggunakan bahan minyak kelapa, alat kerok uang logam dan tatakan logam untuk menyimpan minyak, sudah cukup. Kita yang sakit "masuk angin" tinggal lepas kaos atau pakaian, tengkurap, atau duduk membelakangi, di kerok mengikuti otot punggung diantara rusuk sampai berwarna merah gelap. Selesai lah pengobatannya. Ringkas dan cepat. Jadi sangat wajar jika saat itu dijadikan pertolongan pertama kepada penderita "masuk angin"

Selain saya, teman-teman sepermainan,  dan juga tetangga, baik anak-anak maupun dewasa jika ada permasalahan masuk angin pada orang terdekatnya maka tindakan pertama adalah dengan kerokan kulit punggung. 

Saat itu sepertinya sudah menjadi biasa melakukan. Bisa karena dipaksa. Bahkan saya mendapat amanah dari kedua orangtua untuk merawat uang logamnya. Uang logam entah jaman kapan, yang jelas berwarna tembaga dengan bagian tepi bergerigi. Berukuran agak besar dibandingkan dengan uang logam yang beredar.

Saya pun akhirnya terbiasa mengerok kulit punggung kakak laki-laki. Dengan alasan pengobatan murah dan cepat. Seolah terhipnosis dengan kata-kata itu maka dalam  keadaan apapun kegiatan apapun urusan "kerok mengkerok" kulit punggung menjadi biasa. 

Setelah di kerok, bila kulitnya tidak menampakkan warna merah gelap maka dianggap gagal alias diulang lagi. Harus keluar warna merah gelap sebagai tanda pengobatan berhasil.  

Jaman now. Seiring bertambah usia dan pemahaman tentang arti sehat, apalagi sekarang berdomisili di pinggirian "kota" Bandung maka kerokan kulit pun seakan tiada ceritanya lagi. Mungkin di daerah lain di Indonesia atau di belahan negara mana, masih ada tradisi kerokan kulit.

Pertanyaan yang paling dasar adalah apakah angin keluar lewat kulit yang di kerok ? Kesan saya setelah mencoba merenungi kembali, kerokan kulit seolah-olah memberikan jalan kepada angin untuk keluar dari tubuh.

Bagaimana pihak dokter menyikapi tindakan ini ? dr Alya Hananti dari Alodokter dalam alodokter.com berpendapat sebagai berikut:

1. Meredakan sakit kepala

Kerokan diduga dapat melancarkan aliran darah ke bagian kepala selain seluruh tubuh, sehingga membantu meringankan sakit kepala, terutama sakit kepala yang terasa berdenyut atau migrain

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline