Panggil Aku Si Bodoh
karya: Abank Juki
Brakkk!!
Jatuhlah pot bunga itu setelah kutendang sekuat tenaga. Entah mengapa hari ini ingin kutendang semua yang ada di jangkauan kaki panjangku ini. Tadi sudah kutendang bale-bale di bagian depan rumah. Pohon mangga yang tak bersalah pun tak luput dari tendanganku. Batu-batu kerikil yang diam tak bergerak di pelataran rumahku sejak beberapa tahun lalu itu pun terkena sapuan tendanganku. Kucing berbulu belang hitam putih yang sering mondar-mandir ke dalam rumah pun hampir saja kutendang, andaikan ia tak melarikan diri.
Aaaarrrggggghhhhhhhh..........!!!!
Aku kesal, geram, marah, jengkel, emosi level dewanya dewa! Entah mengapa ....
Sejenak aku terdiam karena semua sasaran yang ada di hadapan sudah kutendang semua, kecuali tembok rumahku yang terlihat masih kokoh. Segila apapun aku, tetap logikaku masih jalan dan tak mungkin kutendang tembok itu. Bisa bengkak kakiku nanti. Galau, tapi aku masih punya logika. Biarkan pot, bale-bale, pohon mangga, dan lain-lainnya yang rusak atau koyak, asalkan tidak tubuhku.
Kududuk di kursi rotan satu-satunya di pinggir bale-bale yang tadi kutendang. Kursi ini pun sebenarnya sudah kutendang jauh, tapi kuambil lagi karena aku membutuhkannya untuk duduk. Ingat, aku masih punya logika: duduk, ya ... di kursi. Sejenak kurasakan nikmatnya duduk. Tapi, lalu tak berapa lama kemudian kembali otakku panas, emosi, dan tak bisa tenang.
Pikiran tentang dirinya, pikiran tentang tanggal yang sudah ditetapkan, pikiran tentang nama orang lain yang berada di kartu undangan itu, dan segala pikiran tentang perayaan yang sudah tinggal menghitung hari itulah yang membuat otakku seperti dicacah-cacah menjadi sejuta bagian yang tak beraturan. Kalut, bingung, stress, dan tentu saja: EMOSI!!!
***