dimanakah ayahku, duapuluh tahun sudah aku hidup didunia, tanpa ayah dan kasih sayangnya, ketika temankku melaporkan sesuatu ke ayahnya "ayah tadi dia memukulku" ayahnya pun menjawab "biar nanti ayah marahin dia" sebagai anaknya pasti merasa puas karna mempunyai tempat untuk mengadu, ketika pengambilan raport sewaktu duduk disekolah dasar setiap orang tua siswa datang untuk mengambilnya dan dengan bangga memuji anaknya, namun semua itu tak berlaku untukku tak ada sosok ayah yang ku jumpai dalam hidup ini, waktu itu semuanya kekesalanku aku ungkapkan dengan melemparkan batu sekuat tenagaku ke arah sawah yang tak jauh dari rumahku. masih teringat saat penerimaan rapot aku duduk sendiri di belakang sekolah sambil melihat ke atas melihat awan yang bergerak tertiup oleh angin disana aku menangis. walaupun aku selalu juara satu tapi tak ada yang spesial bagiku semuanya biasa saja, tanda tangan di rapot yang biasanya di tanda tangani oleh orang tua itupun tak berarti bagiku semuanya aku tanda tangani sendiri hingga saat ini tak ada yang tau akan hasil belajarku. tapi tetap ada hikmah di balik itu semua, mungkin karna kebiasaan itu saat ini aku bisa lebih menerima diri ini lebih kokoh melewati rintangan-rintangan yang berat.
dimanapun kau berada ayahku suatu saat aku akan mencarimu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H