"Hayo anak anak, dilarang berisik, sholat sudah mau dimulai. Yang mau berisik silahkan main diluar atau pulang saja".
(sumber gambar : google)
Istilah marbot bagi sebagian orang terdengar tak asing. Marbot (atau ada yang menyebut merbot) ialah penjaga mesjid. Mereka (mungkin) bertanggung jawab untuk menjaga kebersihan masjid dan ada di sebagian mesjid merbot yang bersuara bagus di tunjuk menjadi imam tetap. Ya, karena lafaznya baik dalam membawakan ayat ayat untuk sholat.
Kata kata diatas yang diucapkan melalui corong TOA, sedikit membuat saya terhenyak. Dalam banyak hal, malah membuat saya tambah gak khusus menjalankan ibadah sholat. Lah, saya aja gak khusuk, gimana bapak/ ibu yang sholat pada waktu itu membawa serta anak anaknya yang masih kecil. Apalagi yang anak kecilnya hobi main kuda kudaan ketika sang ayah/ibu sedang melaksanakan sujud. Akhirnya timbul dilema membawa serta anaknya ke mesjid. Satu sisi ingin mengajarkan budaya memakmurkan mesjid kepada anaknya, satu sisi lagi akhirnya malah membuat khawatir sang ayah/ibu akan mengganggu "tetangga sholatnya" akan kekhusuk-an ibadah sholat. Belum lagi "teror" sang imam yang belum mulai sholat anak anak dilarang membuat kegaduhan.
Ketika sholat saya tambah tidak khusuk akibat "instruksi" sang imam tersebut, Saya malah membayangkan anak anak umur 3-5 tahun lari larian didalam mesjid ketika orang sedang sholat, atau bahkan main kuda kudaan dipunggung orangtuanya. Atau ada anak anak yang justru menambah keberisikan dengan berkata "HUUSSSSHH, Jangan berisik" kepada temannya. Teman yang di "HUSS"-kan itu akhirnya menjawab "SIAPA YANG BERISIK, KAMU KALI...", walhasil temannya yang lain berucap " saya gak berisik loh. Kalian semua yang berisik". Pada akhirnya, ya berisik semualah bocah bocah tersebut . Tetapi tetap, "instruksi" sang imam lah yang malah membuat saya tidak khusuk bukan malah keberisikan para bocah bocah itu.
Ketidak khusuk-an saya membawa saya mengingat ketika saya kecil. Saya tinggal memang tidak jauh dari mesjid. Jadi mesjid itu sudah bagian dari tempat bermain saya. Waktu sholat magrib atau isya sudah kemungkinan besar saya 'nongkrong" di mesjid. Mau gak mau mesjid pada saat Magrib atau isya menjadi tempat persinggahan suci bocah bocah. Yang herannya, seumur masa kecil saya, saya tidak pernah mendengar instruksi Imam (pemimpin sholat) untuk yang mau berisik harap pulang saja. Imam hanya berujar, " Hayo anak anak, sekarang waktunya sholat. Rapikan shafnya, dan tenang"... itu saja. Tak ada embel embel gak boleh berisik, atau yang berisik main diluar saja. Karena kita juga tahu bahwa kalo lagi sholat ya gak boleh berisik. Cuma ya itu tadi, teman saya yang berisik, Pak ustad Imam (pemimpin sholat). Bukan saya. Lha saya cuma mengingatkan teman sebelah saya supaya gak berisik.
Tapi pada akhirnya kita memang tidak berisik sama sekali. Paling cuma injak injakan kaki sama teman sebelah waktu sholat. Kenapa ? Ya dibelakang kita (barisan para bocah) ada seseorang yang dengan tegas berdiri, mengawasi pergerakan kita. Dialah Bang Marbot (penjaga masjid). Bang Marbot dengan penuh kharisma tanpa berkata kata, membantu merapikan shaf yang "khusus" untuk bocah bocah seperti kita. Bang Marbot hafal nama kita satu satu, entah dari mana dia tahu nama kita. Setelah takbir pertama, Bang Marbot masih tampak sibuk merapikan shaf. Memastikan bahwa shaf anak anak benar benar rapi. Pergerakannya sunyi senyap tanpa gaduh. Itu yang membuat kita para bocah sedikit "takut" untuk tidak patuh kepada Bang Marbot. Meski kadang bang Marbot menjadi Imam, begitu selesai sholat, dia tahu siapa saja anak anak yang berisik. Anggapan kita mungkin dia sakti, bisa tahu suara anak anak yang berisik dibelakang. Kemudian tak segan bang Marbot menegur (sehabis sholat) agar tidak berisik. Kesaktian yang lain Bang Marbot ini mampu menenangkan bocah bocah yang berusia 3-5 tahun yang notabene umur umur segini menganggap mesjid layaknya Taman kanak Kanak atau PAUD. Meski belakangan saya juga tahu ternyata kesaktiannya itu cuma masalah komunikasi dengan para anak anak. Sering berbaur dengan anak anak sekitar masjid. Ngobrol ngalor ngidul dengan anak anak, membuatnya hapal nama kita satu persatu.
Pulang dari mesjid, setelah menunaikan ibadah "yang tidak khusuk" magrib, saya masih berharap, bahwa mesjid masih menjadi tempat "nongkrong" yang diminati bocah bocah kecil. Ketakutan mereka untuk menjadi "berisik"sehingga mereka takut masuk mesjid harus dihilangkan. Para Marbot marbot muda hendaknya belajar dengan "BANG MARBOT" saya waktu kecil. Marbot harus pula dibekali dengan ilmu psikologi anak mungkin. Hahahaha
Anak anak ataupun orang tuanya tidak perlu ditakuti akan bahaya berisik didalam mesjid. Temani anak anak itu. Seiring waktu mereka akan menjadi lebih baik. Berlari lari sesama teman akan membuat memori mereka terkenang akan masa kecil mereka di mesjid. Romantisme inilah yang akan membuat "bocah bocah" tersebut terus memakmurkan mesjid. Jadi mesjid tidak didominasi oleh kakek kakek melulu.
Tugas memakmurkan mesjid menjadi tugas kita para jomblo, orang tua, Marbot, imam dan makmum. Kelak mereka dewasa, mereka juga lah yang akan membawa anak anaknya kembali ke masjid. Maka indahnya jika waktu sholat subuh seramai waktu sholat jumat atau paling tidak sholat magrib...
Jadi... sudahkan anak kita dibawa ke mesjid, atau malah kita yang gak pernah ke mesjid (kecuali jumat saja)
dedicated to Bang Marbot : Mas Mul en Mas Syuhada (namanya memang syuhada)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H