Di tahun 1977 entah bulan dan tanggalnya, saya bergabung dengan rombongan LSM asing kami dalam pertemuan dengan Pdt. Pattiasina, Sekretaris Umum Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia, di kantor PGI, Jl.Salemba Raya 10, Jakarta Pusat.
Saat dipersilakan oleh Sekretaris pak Sekum untuk masuk ruang beliau, tiba-tiba lengan saya direnggut oleh sang Sekretaris dan ditarik keluar dari rombongan.
"Bapa, bagaimana Bapa tidak datang kamaring padahal Bapa sendiri yang biking janji rapat jam 11. Betul 'kan, seharusnya Bapa datang jam sabalas kamaring" langsung saja Ibu Sekretaris ini nyerocos tanpa babibu.
Spontan saya paham apa yang sebenarnya terjadi, dan tertawa dalam hati. Namun agar kegaduhan tidak berlanjut dan saya tetap bisa mengikuti rapat kami dengan Pak Sekum PGI, dengan tidak lupa melempar senyum saya berkata kepada Ibu Sekretaris:
"Sebentar ya Bu setelah saya ikut rapat, kita clear-kan nanti"
"Silakan Bapa..." Bu Sekretaris lalu mempersilakan saya masuk ke ruang pertemuan dengan Pdt.Pattiasina.
Sekeluar kami dari ruang rapat, Ibu Sekretaris tidak lagi mempermasalahkan "ketidakhadiran" saya kemarin. Dari balik meja resepsionis beliau hanya tersenyum simpul kepada saya. Agaknya, Sang Sekretaris sudah sadar bahwa ia telah membuat kesalahan.
Konon Mirip
Menurut kata banyak teman, saya mirip Cak Munir, pahlawan HAM dari Kontras yang gugur di pesawat Garuda dari Jakarta ke Amsterdam karena kasus pembunuhan dengan racun. Seorang tersangka tunggal telah dihukum dan kini bahkan sudah bebas, Polycarpus Budihari. Saya pun sudah belasan kali menerima pernyataan di berbagai tempat umum yang mengatakan bahwa wajah saya persis Cak Munir, bahkan ada yang menambahi pernyataan bahwa suara dan nada bicara saya juga sangat mirip dengan arek Malang itu. Tidak sedikit pula yang bertanya apakah saya ada hubungan kerabat dengan Cak Munir.
Mas Anas Terkecoh Juga
Bahkan entah pada tahun berapa, kalau tidak salah di bagian akhir dasawarsa 1990an, Mas Anas Urbaningrum yang saat itu masih Ketua Umum HMI, dari jarak agak jauh tersenyam-senyum dengan saya di Gramedia Matraman, Jakarta Pusat. Karena diitersenyumi orang, saya pun menyambut senyuman mas Anas dengan senyuman pula. Untung saja tidak berlanjut relasi kami, karena bisa-bisa saya menginap di Guntur sekarang!