Lihat ke Halaman Asli

Abanggeutanyo

TERVERIFIKASI

“Besar, ternyata ada yang lebih besar, sangat besar, terbesar, super besar, mega besar dan maha besar.”

Potret Remuknya Kehidupan Warga Akibat "Perang" Sembako Vs Corona

Diperbarui: 6 April 2020   19:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gambar ilustrasi : Sumber : izi.or.id

Sebuah toko grosir di dekat rumah saya itu selalu ramai oleh pembeli. Mungkin karena harga dan pelayanannya yang ramah dan disebarkan dari mulut ke mulut oleh pembeli yang pernah datang ke toko itu membuat toko itu makin hari semakin ramai. Toko itu mempekerjakan 2 orang karyawan di lokasi ini, jadi bertiga dengan toke yang buka usaha dari pukul 9 pagi hingga pukul 22.00 WIB. 

Menjelang tutup toko dan pembeli sudah mulai berkurang sang toke kadang sempat ngobrol dengan saya menceritakan beberapa kisahnya mulai pernah kena tipu berkali-kali oleh pembeii hingga tentang margin keuntungan diambil sangat tipis sekali, antara Rp 500 hingga Rp 2000 per item produk.

Tetapi pengalamannya akhir-akhir ini tentang "remuknya" kehidupan warga ditengah badai corona menerpa dapat dilihat dalam fenomena orang-orang berbelanja yang kekurangan uangnya hampir 2 bulan terahhir, sangat menyentuh. 

Kita boleh melihat potret tersebut agar kita dapat mengambil hikmah dari mereka.

Seorang ibu paruh baya (sebut saja Atik) pernah datang belanja dengan anak perempuan kecilnya menanyakan berapa harga beras, gula, minyak makan dan telur. Setelah diberi tahu harganyanya ia menyodorkan uang uang pecahan sejumlah 19.500 (lengkap dengan uang logamnya) untuk pembayaran 0,5 kg beras, telur 3 butir, 3 bungkus indomie dan minyak makan 1/4 liter. 

Bu Atik  terpaksa melupakan beli gula karena harganya sudah meroket menjadi Rp 18.500 per kg. Lebih menyedihkan lagi ketika anak perempuannya menunjuk minta dibelikan minuman ringan dalam showcase seharga 2000 rupiah bu Atik bergegas menarik lengan anaknya dan mengingatkan masih ada jajanan di rumah mungkin untuk menghibur putri kecilnya.

Pada satu peristiwa lain seorang bapak (sebut saja Anto) sebelumnya pernah datang belanja beberapa kali tapi terakhir berkunjung terpaksa tidak jadi belanja mengetahui uangnya sudah tidak cukup  untuk membayar harga belanjaan. Padahal belanjaannya tidak jauh beda dengan kebutuhan bu Atik.

Orang-orang seperti bu Atik dan pak Anto ternyata kini semakin banyak bahkan ada yang lebih pedih lagi seperti terjadi pada 4 pelanggan yang datang selama Maret hingga April ini mau membayar dengan hape jadul (bukan smart phone) padahal belanjanya cuma Indomie 3 bungkus, beras 1 kg, minyak makan 1 liter dan telur 3 butir.

Tidak sampai hati, pedagang ini mempersilahkan pembeli seperti itu membawa belanjaan dan hapenya, "siapa tahu perlu untuk telepon-telepon suami nanti," ujar pedagang baik budi ini. Belakangan ibu-ibu itu sudah datang mengganti utangnya, jelas pedagang tersebut.

Selain  pembeli semacam bu Atik dan pak Anto disebutkan di atas ada juga beberapa pelanggan yang berbelanja diatas 500 ribu rupiah tapi pada umumnya untuk dijual kembali du tempatnya nun jauh beberapa kilometer dari lokasi grosir tetangga saya tersebut.

Begitulah situasi sebulan lebih terakhir ini kata teman saya menjelaskan pada saya ketika bertanya tentang apa kendala di toko grosirnya saat berlaku social distancing dan pembatasan keluar rumah yang diberlakukan di kota Medan sejak 23 Maret 2020 lalu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline