Lihat ke Halaman Asli

Abanggeutanyo

TERVERIFIKASI

“Besar, ternyata ada yang lebih besar, sangat besar, terbesar, super besar, mega besar dan maha besar.”

Wali Kotanya Diboyong KPK, Gubernur Sumut "Bertindak"

Diperbarui: 20 Oktober 2019   13:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gambar: geosiar.com dan Kompas.com

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap Tengku Dzulmi Eldin (TDE), Wali Kota Medan pada Rabu dini hari (16/10/2019) dari rangkaian Operasi Tangkap Tangan yang dijalankan sejak Selasa malam (15/10/2019). Selain DE juga ditangkap 6 orang lainnya sebagai penyuap dan penerima suap.

TDE diterbangkan ke Jakarta pada pukul 6 pagi untuk melaksanakan pemeriksaan di gedung Merah Putih KPK. Sesuai dengan hasil pemeriksaan pada 17 Oktober 2019 wali kota yang sarat prestasi itupun ditetapkan sebagai tersangka.

Tiga hari setelah walikotanya diterbangkan ke Jakarta, Gubernur Sumatera Utara (Gubsu) Edy Rahmayadi pada Sabtu (19/10/2019) bertindak. Melalui keterangan pers, ia melarang ASN (pejabatnya) memenuhi panggilan siapapun tanpa ada Surat Tugas yang ditandatangani Sekda Provinsi atas izin Gubernur.

Tindakan tegas Edy Rahmayadi tersebut mengacu pada surat edaran yang telah diterbitkan 3 bulan yang lalu.

Untuk diketahui pada 30 Agustus 2019 lalu, Gubernur (atas nama Sekda) telah menerbitkan Surat Edaran Nomor 180/8883/2019, intinya melarang Aparatur Sipil Negara (ASN) dalam jajarannya pergi memenuhi panggilan Polisi, Kejaksaan dan KPK tanpa izin Gubernur yang dibuktikan dengan Surat Perintah Tugas yang ditandangani oleh Sekda Provinsi Sumut.

Surat itu ditujukan kepada Asisten, Kepala Dinas dan Kepala Biro. Sesuai dengan penjelasan pada poin 1 dan 2 Surat Edaran tersebut menetapkan pelanggaran terhadap ketentuan di atas akan dikenakan sanksi sesuai peraturan yang berlaku.

Dalam penjelasannya Gubernur Sumut, menilai bahwa pemanggilan terhadap pejabatnya tanpa izin dari Gubernur justru menghambat proses penegakan hukum, dan itu dapat dipidanakan..

Edy tidak setuju surat edarannya dianggap memperlambat proses hukum. Dia mencotohkan ASN sebagai anak dan Sekda sebagai orang tua dan Gubernur sebagai bapak maka tanpa izin orang tua seorang anak tidak dibolehkan berpergian. "Namanya orang tua, kalau anaknya tidak mendapat izin, nanti tak direstui sama orang tua. Inilah orang tua" ujarnya.

Sikap Gubernur Sumut diperkuat oleh Kepala Biro Hukum Pemprov Sumut mengatakan bahwa surat tersebut sama sekali tidak bermaksud menghambat proses hukum justru melaksanakan tertib administrasi.

Benarkah surat edaran Gubernur dan pernyataan pers Gubernur Sumut diatas tidak melanggar aturan?

Seminggu setelah terbitnya surat edaran Gubernur tersebut Kejaksaan Tinggi Sumut menerbitkan surat tanggapan bahwa surat edaran gubernur dapat dikategorikan sebagai perbuatan dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan terhadap para saksi dalam perkara korupsi (Kompas.com edisi 19/10/2019).

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline