Lihat ke Halaman Asli

Abanggeutanyo

TERVERIFIKASI

“Besar, ternyata ada yang lebih besar, sangat besar, terbesar, super besar, mega besar dan maha besar.”

Penajam, Calon Ibu Kota Negara Sedang "Diuji" Perusuh

Diperbarui: 18 Oktober 2019   10:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

PPU sempat mencekam, setelah warga membakar rumah pendatang. Gambar : bebasbaru.com dan Merdeka.com. Edit oleh Penulis

Ibarat magnet, calon lokasi baru Ibu Kota Negara Republik Indonesia (konon terdiri dari kawasan Penajam Paser Utara (PPU) dan Samboja) mau tidak mau pasti menarik benda-benda atau partikel tertentu di sekitarnya. Suka atau tidak disukai oleh magnet, partikel-partikel itu mengarah ke posisi magnet. Beberapa diantaranya lengket hingga susah dilepaskan lagi.

Begitulah yang terjadi pada dua lokasi calon ibu kota RI saat ini. Baru saja berbilang bulan sejak digelindingkan oleh Presiden Jokowi pada Juli 2019 lalu harga tanah langsung meroket. Baliho dan spanduk bertuliskan "Tanah Dijual" berserak dimana-mana.

Tarikan magnit lainnya adalah membanjirnya pendatang ke kawasan tersebut. Samboja misalnya, berdasarkan sensus 2014 jumlah penduduknya cuma 74 ribuan orang diatas lahan seluas 1.045,90 km2. Diperkirakan mulai 2020 akan bertambah banyak.

Hal yang sama terjadi di PPU. Hingga awal 2018 belum menarik minat, nyaris tidak dilirik sama sekali. Wilayah seluas 3.333 km ini hanya bertambah 500 orang saja selama 3 tahun terakhir (168 012 jiwa hingga akhir 2017). 

Tapi pada Agustus 2019 kabupaten PPU telah dihuni lebih kurang 172.867 jiwa. Jumlahnya pasti akan bertambah, sebab menurut informasi kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten PPU, Suyanto, PPU akan bertambah penduduknya mulai 2020.  "Diprediksi hingga 2024 akan tembus di atas 500 ribuan jiwa," katanya sebagaimana dikutip di sini.

Semakin banyak penduduk semakin banyak terjadi kebutuhan dalam sistem permintaan dan penawaran. Tingkat kemajuan ekonomi pun akan meningkat selama situasi dan kondisi aman, tertib dan terkendali. Selain itu harus juga sama-sama patuh dan sadar menjadi warga negara yang tertib pada aturan negara yang berlaku di setiap bidang.

Tapi apa jadinya jika terjadi sebaliknya, misalnya semakin banyak beberapa hal berikut :

  • Semakin banyak para "tuan takur" yang menekan warga agar menjual tanahnya dengan harga murah dan dengan cara kasar
  • Komplotan preman yang berlindung dalam organisasi yang membuat aturan-aturan mirip kartel mafia
  • Para pembual yang menjanjikan mimpi-mimpi dengan cara menipu hingga meresahkan
  • Warga yang merasa sebagai pemilik tanah leluhur meninta syarat ini dan itu
  • Oknum-oknum terntentu mengatas namakan suku, daerah, kearifan lokal, potensi lokal dan sebagainya menyiasati warga
  • Para pejabat mengatur aneka aturan yang mengada-ada tak sesuai dengan rencana "Jakarta."
  • Warga pendatang menganggu ketertiban dan adat istiadat setempat dengan alasan pamer diri sebagai orang kota dan modern

Apa yang terjadi kemudian?

Mudah ditebak.  Timbul sikap antipati satu kelompok pada kelompok lain. Jika kondisi itu tidak lekas disikapi oleh paratur negara akan dimanfaatkan pihak ketiga yang tidak ingin melihat negara tenang.

Rencana pindah IKN akan tinggal kenangan. Rencana "mulia" tersebut bisa jadi tertunda bahkan bisa batal, apalagi jika pergantian kepala negara atau pemerintahan masa akan datang dengan latar belakang politis bisa saja membatalkan rencana perpindahan IKN ke PPU dan Samboja.

Potensi itu bisa terjadi. Beberapa jam lalu, Kamis 17 Oktober 2019 terjadi kerusuhan dahsyat di PPU yang melibatkan 2 kelompok pemuda. Meski hanya 2 kelompok pemuda tapi mengakibatkan ratusan rumah, toko, kios dan fasilitas di pelabuhan penyebrangan Penajam hangus terbakar dan porak poranda. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline