Istilah apa yang tepat digunakan untuk menggambarkan sikap dan tingkah laku aneh-aneh masyarakat menyikapi pelaksanaan "Operasi Patuh" (OP) Lalu Lintas di seluruh Indonesia yang telah digelar sejak 29/8/2019 hingga 11/9/2019 lalu?
Jika disebut masyarakat primitif tidak pantas sebab dalam masyarakat primitif justru melekat tingkat kepatuhan yang amat tinggi. Begitu juga pada masyarakat tradisional justru melekat rasa setia yang amat kental pada aturan yang telah diberlakukan pada mereka.
Disebut unik pun tidak tepat karena beberapa kelakuan masyarakat lebih memperlihatkan sikap beringas ketimbang menghibur.
Jika demikian mungkin pantas disebut licik saja meskipun beberapa diantara yang licik itu lebih mirip karakter hewan daripada manusia.
Perhatikan tingkah laku aneh-aneh sebagian masyarakat menghindari OP atau terkena razia selama 14 hari pelaksanaan operasi patuh di seluruh Indonesia berikut:
- Tidak pakai helm, pemotor lolos razia karena pakai pisang di kepala seperti terjadi di Solo pada 3/9/2019
- Berusaha kabur dari tangkapan lalu terjatuh bahkan menabrak kendaraan lainnya tidak bersalah
- Pengendara tinggalkan motornya dan lari ke sawah seperti terjadi di Banyuwangi pada 8 September 2019
- Memutar haluan (jadi salah arah). Fenomena terjadi hampir merata di seluruh kota
- Puas merasa lolos dari tangkapan petugas
- Pura-pura parkir dipinggir jalan, mengamati dari jauh
- Menghardik petugas
- Mengeluarkan jurus silat
- Komat-kamit membaca mantera atau doa
- Menangis atau terharu
- Mengancam Polantas duel atau berkelahi
- "Kerja sama" apik dan spontan sesama pengendara mengingatkan pengendara sedang melaju akan ada "bahaya" razia (di depan)
- Tabrak polisi seperti terjadi Bandung dan baru terjadi di Pasar Minggu Senin 16/9/2019 pada operasi gabungan Polisi - Dishub
Meski tidak semua fenomena di atas dapat disebut licik tapi beberapa diantaranya dapat disimpulkan demikian.
Ancaman Polisi mengejar pelanggar yang berbalik arah tidak membuat nyali pengendara surut berbalik arah menghindari kejaran petugas. Razia di lakukan di jalan alternatif dan sempit pun tidak membuat pengendara kehilangan akal menembus jalan tikus meski berlawanan arah dan membahayakan pengendara lain.
Melihat sejumlah fenomena di atas memberi pesan serius, tampaknya masalah tertib lalu lintas bukan sebuah kebutuhan bagi sebagian masyarakat sebab pelanggaran sudah terjadi secara TSM (terstruktur, sistematis dan massal atau masif).
Terstruktur karena pelanggaran lalu lintas terjadi di setiap strata masyarakat. Pelaku pelanggaran tidak saja berasal dari pemuda berandalan atau preman kambuhan tetapi dilakukan pejabat misalnya anggota dewan seperti terlihat pada gambar utama artikel ini.
Sistematis karena pelanggaran yang kerap terjadi itu tidak dianggap lagi sebagai sebuah kesalahan melainkan sebuah hal yang biasa.
Contoh melawan arus untuk berbelok ke rumah sendiri dianggap hal yang biasa, padahal insiden lalu lintas dapat terjadi di mana saja, kapan saja dan pada siapa saja tidak mengenal seseorang dekat atau jauh dari tempat (potensi) kecelakaan.