Lihat ke Halaman Asli

Abanggeutanyo

TERVERIFIKASI

“Besar, ternyata ada yang lebih besar, sangat besar, terbesar, super besar, mega besar dan maha besar.”

Ini Alasan Amien Rais di Balik Tunda Pindah Ibu Kota

Diperbarui: 24 Agustus 2019   01:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gambar ilustrasi. Sumber :cnnindonesia.com. Diedit oleh penulis

Rencana pemindahan ibukota telah digulirkan sejak 2017 lalu. Ketika itu presiden Jokowi membahas dalam rapat kabinet pada Senin, 29 April 2017. Setelah itu wacana "pindah ibukota" bergulir menjadi topik hangat. Dalam perkembangan selanjutnya (kemungkinan besar) Kalimantan Timur tampaknya menjadi pilihan jika tidak ada perubahan signifikan.

Ketika presiden Jokowi melontarkan anak rencana pemindahan ibukota negara, dimanakah Amien Rais saat itu? Jelas kita tidak tahu dimana beliau berada bukan? Tidak terdengar sepatah dua patah sekalipun dari AR tentang hal itu minta ditunda apalagi menolaknya.

Berulang kali penulis coba gogling ke berbagai sumber mencari informasi tentang sikap AR terhadap rencana pemindahan ibukota negara pada masa itu tapi tidak menemukan. Penulis temukan justru politkus PAN, Abdillah Toha salah satu anggota pansus RUU ibukota pada 2006 pernah memberi usul pemindahan ibukota saat itu.

Dimanakah AR pada 2006 saat Abdillah Toha melontarkan wacana tersebut? Saat itu ketua umum PAN dijabat oleh Soetrisno Bachir (2005-2010) dan di dalam  kepengurusan DPP PAN 2005-2010, AR dinobatkan sebagai Majelis Penasihat Partai. Mungkinkah Abdllah Toha tidak berkoordinasi dengan partainya tentang RUU tersebut?

Pada 1 Mai 2019, anak perempuan AR yaitu Hanum pernah memberi tanggapan (mungkin seloro) dalam menanggapi ciutan @hariz Azhar tentang topik pemindahan ibukota dalam akun twitternya. Saat itu Hanum menjawab "ke Boyolali, donk," balasan ciutan Hanum jelas aroma candanya.

Beberapa jam lalu saat artikel ini sedang dibuat -sebagaimana dikutip dari berbagai media online- AR mengingatkan Presiden Jokowi "MENUNDA" rencana pemindahan ibukota menimbulkan pertanyaan mengapa beliau menyampaikan hal tersebut baru sekarang ini. Ironisnya pernyataan tersebut dikaitkan dengan perkembangan politik panas tentang issu papua barat.

 "Yaitu, kemarin ada pick up call, kita terhenyak, terhentak dan tersadarkan bahwa di Papua dan Papua Barat ada sebuah katakanlah gejolak, sebuah fenomena amat sangat memprihatinkan ini harus didahulukan untuk diselesaikan oleh Pak Jokowi dan teman-teman yang sekarang sedang berkuasa," ujarnya.

Secara eksplisit kita paham dengan apa yang AR jelaskan. Dari kutipan penjelasan di atas, penekanannya adalah meminta rencana pemindahan ibu kota ditunda karena sedang tidak tepat momennya terkait kisruh Papua dan Papua Barat.

Tanpa menganggap enteng peristiwa terkini, sesungguhnya gejolak di bumi cendrawasih yang terus membara itu telah terjadi sejak lama (salah satu tulisan saya sebelumnya telah membahas tentang hal itu. Jika berkenan dapat dilihat di sini).

Masalah penundaan tidak jadi persoalan. Menjadi soal karena pernyataan itu seperti secara implisit mengandung kesan dramatisir, politisir dan menyindir.

Kesan didramatisir karena peristiwa yang terjadi di Papua dan Papua Barat terkini terkait kerusuhan di asrama mahasiswa Papua di Surabaya tidak perlu dicari siapa yang salah dan benar lagi karena sudah jelas ada benang merahnya adalah miskomunikasi, salah pengertian di dalamnya. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline