Jakarta sebagai ibukota negara --seperti ibukota negara lainnya-- jadi barometer untuk segala tujuan positif dan negatif. Tetapi kelihatan beda untuk Jakarta yang terlalu permisif dijadikan (menjadi) tempat aksi negatif dalam skala tinggi dan berulang-ulang antara warga dengan aparatur negara secara sporadis dan sistematis nyaris mengacaukan negara melebihi kebiasaan di negara manapun.
Sejak Jakarta berusaha menjadi kota yang modern dipimpin Gubernur Ali Sadikin era 1966 - 1977 sampai Gubernur Anies Baswedan saat ini kota Jakarta telah berusaha tampil ramah untuk semua warga.
JIKA patung pancoran bisa jadi saksi kota Jakarta dibagun saat itu maka kini pun patung itu menjadi bisa jadi "saksi" melihat kotanya sendiri kerap dilanda kerusuhan dari peristiwa tawuran pelajar, mahasiswa, perseteruan antar preman dan gengster bisnis hingga persoalan politik dan pemerintahan. Tak terhitung berapa jumlah seluruh kerusuhan-kerusahan itu menghiasai hiruk pikuk Jakarta bagaikan menyimpan api dalam sekam yang "terlihat" oleh patung pancoran misterius seakan melarang perbuatan itu.
Sejumlah daftar kerusuhan di Jakarta berikut ini melibatkan perseteruan klasik antara warga dengan Satpol PP, Polisi dan TNI (aparatur negara) mungkin dapat mewakili perseteruan klasik tersebut, yaitu :
- Peristiwa Malari pada 16 Juni 1974 juga dipicu oleh demonstrasi menolak investor asing di Indonesia saat PM Jepang tiba di Indonesia pada tanggal yang sama. Peristiwa yang berpusat di Senen Jakarta itu menimbulkan huru hara, penjarahan dan pengrusakan mengakibat puluhan orang tewas akibat pergesekan dengan aparat keamanan pada hari kejadian.
- Peristiwa Tanjug Priok terjadi pada 12 September 1984 antara warga dengan pihak tentara (TNI). Meski seharisaja tapi jumlah korban tewas mencapai 24 orang (informasi tidak resmi menyebut hingga 100 orang).
- Peristiwa 27 Juli 1996 atau dikenal dengan istilah "Kudatuli" atau "Sabtu Kelabu" yakni pengambil alihan secara paksa kepemimpinan DPP PDI kubu Megawati oleh kubu Srujadi dibantu Polisi dan TNI saat itu menyebabkan kerusuhan sepanjang jalan Diponegoro hingga melebar ke Salemba dan Kramat. Sejumlah gedung terbakar dan 6 orang tewas dari kedua kubu.
- Kerusuhan 12 Mei 1998 (akumulasi dari beberapa lokasi di Indonesia sejak 2 Mei 1998) adalah peristiwa kerusuhan sistematis dan sporadis yang menyebabkan korban tewas dan harta benda sangat banyak, belum lagi korban psikologis akibat trauma janka panjang. Peristiwa ini menyebabkan Presiden Soeharto pada saat itu mengundurkan diri.
- Peristiwa Trisakti 12 Mei 1998 juga bagian dari peristiwa di atas memperlihatkan perlawanan mahasiswa Trisakti dan warga sekitar melawan aparat Kepolisian dan dibantu TNI. Empat mahasiswa Trisakti tewas akibat kerusuhan melawan aparatur negara terkait penggulingan pemerintahan Soeharto saat itu.
- Kerusuhan Koja pada 14 April 2010, penolakan warga sekitar Tanjung Priok terhadap rencana eksekusi makam mbah Priok untuk dijadikan kawasan perluasan terminal peti kemas Tanjung Priok. Terjadi perlawanan hebat antara warga dengan petugas Satpol PP. Selain kerusakan harta benda sangat banyak juga jatuh korban jiwa 3 orang Satpol PP dan ratusan orang luka-luka di kedua belah pihak termasuk Polisi yang membantu Satpol PP.
- Bentrokan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 29/9/2010 antara dua kelompok preman menyebabkan 3 orang tewas dan 2 orang Polisi yang datang mengamankan terluka akibat terserempet peluru.
- Kerusuhan Nopember 2016 sebagai bentuk protes terhadap Gubernur DKI Jakarta saat itu "Ahok" Basuki Tjahaja Purnama karena dituding melecehakan Al-Quran. Akibat peristiwa timbul bentrokan antara massa dengan pihak kepolisian menyebabkan seorang meninggal dan puluhan luka - luka di kedua belah pihak.
- Peristiwa Penjaringan 4 Nopember 2016 malam terjadi bentrokan antara Polisi dengan sejumlah orang yang melakukan sweeping di kawasan Gedung Panjang lalu menjarah beberapa supermarket di sana. Bentrokan dipicu demonstrasi di Istana Negara pada siang harinya menolak Gubernur Ahok yang dianggap semena-mena dalam penggusuran di Muara Baru dan Luar Batang. Akibatnya, 8 aparat luka berat, 79 polisi dan TNI luka ringan, 3 mobil polisi dibakar dan 18 mobil rusak dilempari batu dan bambu runcing. Di pihak warga 160 orang dirawat di rumah sakit atau klinik terdekat.
- Kerusuhan LBH Jakarta 2017 antara massa dengan Polisi yang berjaga-jaga di gedung atau kantor Yayasan Lembaga Bantuan HUkum Indonesia pada 18 September 2017. Massa menuding ada indikasi kegiatan partai Komunis di gedung tersebut dan memaksa masuk hingga bentrok dengan Polisi menyebabkan banyak korban luka-luka.
Dari sejumlah peristiwa disebut di atas ada beberapa kesamaan yaitu :
- Umumnya berasal dari luar Jakarta
- Beraksi pada malam hari
- Menggunakan atribut peci, lobe dan sarung bertujuan tampil atas dasar agama
- Merusak, menjarah, melawan aparat secara massif
- Mudah terprovokasi dan tampil beringas, namun lekas dingin dan menyesali perbuatannya
- Usia pelaku kerusuhan pada umumnya relatif muda belia, antara 16,17 tahun hingga 25 tahun seperti pada peristwia 4 Nopember 2016 di Koja. Sumber : hariansib.com.
Di sini penulis membuat PENGECUALIAN seperti peristiwa Kudatuli PDI, Kantor YLBH dan Bentrokan preman di PN Jaksel pada umumnya melibatkan wajah-wajah senior maka pada peristwa lain melibatkan kelompok usia remaja. Pengecualian lain adalah kasus Trisakti dan Peristiwa 20 Mei, tapi sayangnya ke dua aksi itu pun disusupi pihak ke tiga berisi beberapa kesamaan tipe di atas.
Jika kesamaan aksi-aksi disebut di atas dikaitkan dengan demonstrasi rusuh di Jakarta 21 - 22 Mei 2019 dimana (melalui sejumlah gambar di atas) terlihat hadirnya pelaku kerusuhan tampaknya berusia muda belia tertangkap kamera sedang melakukan provokasi tampaknya juga ada kesamaan karakter antara sejumlah kerusuhan pernah ada dengan kerusuhan terkini.
Dari sejumlah foto dalam peristiwa kerusuhan di Jakarta disebut di atas memperlihatkan fenomena yang hampir sama yaitu kembali hadirnya kelompok anak muda tanggung yang beringas, tidak mau berkompromi dan bengal. Selain tampil beringas mereka tidak pikir panjang atau menyaring informasi yang masuk. Setiap berlawanan rakyat berarti identik dengan perlawanan agama. Jika takbir dikumandangkan berarti urusannya adalah jihad, tanpa memikirkan apa makna dan penempatan jihad yang sesungguhnya.
Oleh karena ada kesamaan karakter perilaku maka dapat diprediksi peristiwa kerusuhan Jakarta 21 Mei meskipun berlangsung lebih lama dari sejumlah peristiwa di atas pada akhirnya akan berhenti juga dengan sebuah kesamaan berupa penyesalan para pelaku ikut-ikutan masih belia. Selain penyesalan juga disertai dengan tangisan dan permohonan maaf melengkapi penyesalan itu.
Seperti biasa, meski timbul penyesalan, berjanji diselingi tangisan tertunduk lesu namun hal itu tidak akan menjadi pelajaran bagi generasi remaja lain sesudah ini. Peristiwa klasik yang sama tetap akan terjadi terulang kembali selama generasi-generasi tersebut tidak cerdas dan terkungkung kemiskinan.
Dimana pun seluruh dunia kelompok seperti inilah paling mudah dikendarai oleh kelompok elite yang lebih cerdas punya tujuan strategis memanfaatkan orang-orang polos. Dengan sentuhan dalil agama padahal cuma dikendarai untuk dimanfaatkan untuk tujuan politis maupun idiologis yang baru dengan cara radikal. Ditambah bumbu-bumbu berita hoaks anak-anak muda tak punya filter itu digoreng akalnya untuk tujuan pihak ketiga.
Pola "pihak ketiga" pengambil keuntungan yang memanfaatkan suasana kacau di sebuah negara selalu beraksi di tengah-tengah kekacauan. Pada masa awal mereka mengintip, mempelajari peluang dan menyusun rencana searah dengan perkembangan situasi khaos. Di pertengahan itu mereka muncul, seperti ISIS muncul Juni 2014 di Suriah memanfaatkan momentum perlawanan sayap militer pemberontak Suriah (FSA) terhadap pemerintah Suriah dengan dalih agama, tiranisme, koruptif dan alasan lain-lain sejak 11 Maret 2011.