Dua minggu setelah jatuhnya pesawat Patroli maritim Rusia (Il M-20) di laut Mediterania, kini pemerintah Rusia benar-benar mewujudkan janjinya. Mereka mengirim sistem pertahanan udara yang lebih mumpuni untuk militer Suriah, The Syrian Arab Army (SAA) berupa sistem misil permukaan ke udara (SAM) S-300.
Menurut info media Israel israelnationalnews, rangkaian pertama pengiriman sistem pertahanan udara S-300 meliputi sistem komunikai, baterai dan rudal senilai $1 miliar (AS) sudah tiba di pangkalan udara Hmeimim Latakia sejak Senin lalu. Menurut informasi media Israel lainnya (haaretz.com), Rusia akan memasang 8 unit sistem S-300 untuk seluruh Suriah.
Langkah tersebut diwujudkan Rusia meskipun Israel telah mengirimkan utusan militernya ke Rusia dipimpin oleh jendral Amikam Norkin pada 20 September 2018 lalu menyerahkan laporan versi Israel dan permoonan maaf.
Protes Benjamin Netanyahu pada Putin melalui hubungan telepon pun tidak mengubah keputusan Rusia untuk mengganti sistem S-200 dengan S-300 di seluruh Suriah.
Rusia tampaknya benar-benar habis kesabarannya setelah sekian lama mempertahankankan toleransinya pada Israel dengan berusaha "menutup matanya" atas rangkaian serangan Israel terhadap Suriah yang telah berjumlah 200 lebih serangan sejak meletusnya perang Suriah dan terutama meningkat pesat sejak pasukan SAA memperoleh kemajuan sejak pertengahan 2017 lalu.
Melihat keputusan Rusia sikap Israel ada dua. Pertama, Benjamin Netanyahu tetap pongah, bergeming alias tidak gentar dengan keputusan Rusia. Beberapa jam setelah peristiwa jatuhnya pesawat, Israel seolah-olah menertawakan Suriah yang dinilai terlalu bodoh tidak mengenal kawan dan lawan. Sikap enteng Israel juga diperlihat sehari kemudian Israel (Netanyahu) bersumpah tetap menyerang Iran di berbagai posisi di Suriah.
Dalam pernyataannya, Netanyahu bahkan mengancam akan tetap menyerang Suriah meskipun ada S-300 atau tidak. Sementara Menteri Pertahanan Israel lebih vulgar menantang, "Tak perduli apakah ada S-300 atau S-700, kami akan menghancurkannya jika pesawat tempur kami diancam," sebut Avigdor Libierman, sebagaimana dikutip dari timesofisrael.
Ke dua, Netanyahu mengingatkan Putin bahwa langkahnya tersebut berbahaya dan tidak tepat karena memberi teknologi tersebut kepada aktor (pihak) yang tidak bertanggung jawab.
Sikap penolakan Israel lainnya adalah dari pernyataan pejabat militer Israel mengatakan bahwa pengiriman S-300 untuk Suriah adalah tantangan serius bagi Israel.
Benarkah S-300 menjadi momok bagi Israel? Meskipun Israel tidak memiliki pengalaman perang elektronik akan tetapi Israel punya pengalaman perang di masa lalu, antara lain adalah :
- Perang Arab Israel 15 Mei 1948 - 20 Juli 1949. Hasil : Kemenangan Israel
- Perang 6 hari (5 Juni - 10 Juni 1967), berlangsung kurang dari 6 hari. Hasil : Kemenangan Israel
- Perang Ramadhan (Yom Kippur 6 - 26 Oktober 1973). Hasil : Kemenangan Israel
- Serangan angkatan udara Israel pada 1982 melumpuhkan instalasi pertahanan milik Rusia di sebuah desa di Lembah Bekaa , Lebanon membuktikan ketangguhan serangan udara Israel atas Rusia.
- Pada 2007 lalu dengan alasan menyerang pasukan, militan dan fasilitas reaktor Plutonium Korea Utara- Iran di Deir Ezzor, Israel telah membuktikan mampu mengecoh sistem komunikasi, radar dan senjata anti serangan udara Suriah yang dipasang oleh Militer Rusia. Pada saat itu angkatan udara Israel mengaktifkan sistem "SUTER" guna membutakan sistem anti serangan udara Suriah. Hasilnya, reaktor Iran - Korut tersebut luluh lantak berkeping-keping tidak dapat diaktifkan lagi sampai saat ini.
Berdasarkan fakta di atas, apakah Israel masih merasa jumawa dan menganggap enteng pada kekuatan Suriah? Bahkan Rusia dengan sistem S-200 yang dipasang di Suriah terbukti mampu mencegat beberapa obyek serangan udara dari Israel. Kemudian peristiwa terkini, salah satu F-16 Israel pernah menjadi korban S-200 Suriah, ditembak jatuh pada 11 Februari 2018 lalu.