Dana Haji saat ini menjadi bahan sorotan oleh berbagai pihak, karena adanya ucapan dalam pidato Presiden Joko Widodo saat melantik Badan Pelaksana Keuangan Haji (BPKH) dikatakan oleh Jokowi "Dana Haji sudah mencapai Rp.100 T lalu hanya disimpan di Bank, sudah saatnya Dana Haji digunakan untuk pembangunan Infrastruktur". Suatu anjuran yang baik akan tetapi mengandung pelencengan dari missi awal diterapkannya Dana Haji yang diambil dari setiap ummat Islam yang melakukan perjalanan ibadah Haji ke Mekkah.
Untuk urusan Dana Haji, kita tidak usah membandingkannya dengan Negara Malaysia atau Negara lain misalnya. Karena Negara Indonesia masih dipimpin oleh kekuasaan dan kekuatan politik yang sangat berpihak serta double standard. Oleh karena itu, apapun alasannya, Dana Haji untuk sementara waktu dan sebaiknya disimpan saja dahulu di Bank Pemerintah dengan bagi hasil versi Bank sebagaimana selama ini telah berjalan. Karena Dana Haji yang disimpan di Bank Pemerintah ini, juga dimanfaatkan serta bermanfaat oleh para nasabah serta mendukung bagian keuntungan Bank Pemerintah juga.
Jika Pemerintahan Jokowi berani dan ngotot untuk mengambil DANA HAJI yang ditujukan bagi pembangunan infrastruktur, maka Pemerintah Jokowi juga harus bersikap adil, yaitu ambil juga secara ngotot dan manfaatkan semua DANA KRISTEN, DANA BUDDHA, DANA KONGHUCU dan DANA HINDU, serta Dana agama Syiah, Dana agama Ahmadiyah untuk infrastruktur.
Adanya reaksi negatif yang tertuju kepada Pemerintahan Jokowi adalah karena mengapa hanya dana Haji ummat Islam saja yang diambil, mengapa tidak juga dari dana para jemaat Kristen, Buddha, Konghucu dan Hindu ? Kalau kita berbicara keadilan dan toleransi, sebaiknya agama non Islam juga harus berpartisipasi untuk mendukung pembangunan Infrastrukturnya Jokowi.
Jika yang diambil dan dipakai hanya Dana Haji saja, maka sangat nyata ada konspirasi para musuh Islam (para oknum Atheisme, oknum Salibisme, oknum Komunis dan Zionis) untuk segera MENGOSONGKAN SEMUA DANA UMMAT ISLAM agar ummat Islam menjadi lebih sulit untuk melakukan pembangunan ekonomi ummat Islam di Indonesia. Selanjutnya secara langsung sebagai upaya halus terselubung memarginalisikan kepentingan pemberdayaan ummat Islam Indonesia.
Dana Haji adalah berasal dan diambil dari seluruh jamaah Haji yang telah melakukan ibadah Haji ke Mekkah. Artinya, itu adalah milik sepenuhnya ummat Islam Indonesia, yang HARUS DIPERUNTUKKAN HANYA UNTUK PEMBANGUNAN EKONOMI UMMAT ISLAM INDONESIA, termasuk RUMAH SAKIT ISLAM dan PASAR-PASAR MODERN ISLAM serta berbagai Pasar sub-sistemnya.
Yang berkuasa dengan kekuasaannya diduga kuat hanya di tunggangi dan dikonspirasi oleh para oknum yang tidak suka kepada Islam agar KEUANGAN UMMAT ISLAM menjadi tersedot kepada hal hal lain yang tidak ada hubungan eratnya dengan PEMBANGUNAN EKONOMI UMMAT ISLAM.
Dana Haji sampai saat ini, sudah berada pada jumlah Rp.100 Triliun yang selama ini diendapkan di Bank tertentu dengan bagi hasil tertentu pula. Sebaiknya Dana Haji ini, dikelola secara Professional dalam pemberdayaan ekonomi ummat Islam agar Dana Haji ini semakin membesar jumlahnya dan bisa lebih bermanfaat kepada fokus pembangunan ekonomi ummat Islam.
Dari hasil prestasi Dana Haji ini, bisa menjadi bagian subsidi mandiri sehingga terjadi pegurangan biaya perjalanan haji kini dan dikemudian hari. Oleh karena itu, pengelolaannya harus melalui badan yang sangat dipercaya serta transparan dan dibawah rekomendasi MUI untuk setiap pemanfaatannya. (Abah Pitung)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H