Beberapa pekan ini, Nasional diributkan bahkan menjadi heboh dengan permasalahan Perpu No.2 Tahun 2017 sebagai pengganti UU No.17 Tahun 2013 Tentang Organisasi Kemasyarakatan. Lucu sekali Pemerintahan Jokowi ini, beberapa ormas dijadikan bahan penggeseran perhatian masyarakat seolah olah sudah terjadi ancaman yang amat sangat serius terhadap bangsa dan Negara. Berdasarkan analisa intelijen yang bagaimanakah sebenarnya Pemerintahan ini ?
Beberapa pakar hukum yang membela kehadiran pemberlakuan Perpu No.2 Tahun 2017 memperlihatkan kegigihannya untuk tetap mempertahankan berlakuknya Perpu ini, bahkan sampai pada pola dan gaya bicara yang paling konyol sekalipun mereka tempuh untuk berkata tuduhan kepada pihak yang kontra Perpu No.2/2017 sebagai kelompok orang orang yang bodoh. Justru kelompok yang pro Perpu No.2/2017 inilah yang sebenarnya berada dibawah derajat tuduhan itu.
Sangat nyata dapat kita simpulkan, bahwa tujuan penerbitan Perpu No.2/2017 adalah untuk membungkam serta memberangus semua ormas yang saat ini berani mengungkap kelemahan dan kesalahan (blunder) Pemerintah didalam menjalankan roda pemerintahan didalam periode Jokowi. Lalu selanjutnya, membubarkan para ormas tersebut yang awalnya HTI (sebagai sasaran antara) lalu kemudian sebagai sasaran utama adalah FPI. Dengan pemaksaan berjalannya Perpu No.2/2017 ini, semuanya adalah bermuara kepada Pemilu tahun 2019 mendatang dimana ada kelompok tertentu merasa gerah tidak akan mendapatkan simpati dari seluruh rakyat Indonesia.
Hebatnya, pemaksaan berjalannya Perpu No.2/2017 ini, dikatakan sebagai pembelaan Pemerintah kepada Pancasila yang paling heroik saat ini. Sementara nilai pendegradasian Pancasila yang APancasilais dari Pemerintah, dibiarkan seperti devisit anggaran Rp.133 T yang berdampak akan dijualnya beberapa BUMN strategis yang masih profitable. Lalu pembiaran kasus Novel Baswedan (siapa pelaku intelektual penganiayaan Hermansyah ?), tuduhan kriminalisasi ulama yang tidak terbukti, ketidak mampuan Pemerintah untuk menjalankan gerakan ekonomi yang erat kaitannya dengan dasar keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Berbagai janji seseorang ketika kampanye Pilpres yang tidak mampu dipenuhi hingga kini. Pada saat ini daya beli mayoritas rakyat Indonesia berada pada kondisi yang paling lemah dari beberapa periode kekuasaan Presiden yang telah berlalu.
Adanya konspirasi bombastis terhadap pemberitaan Narkoba disemua media elektronika beberapa hari ini, adalah upaya untuk menenggelamkan permasalahan kriminalisasi Ulama yang tidak terbukti dan menenggelamkan permasalahan kriminalisasi terhadap para pembela kriminalisasi ulama seperti kasus Hermansyah dan juga kasus Novel Baswedan.
Selanjutnya ada yang sangat penting adalah blunder Pemerintah dari beberapa paket ekonomi yang digagas pemerintah, tidak yang bisa berwujud untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Faktor Gini masih saja berada pada angka yang cukup tinggi dan berada pada kesetaraan dengan Negara Negara terkebelakang.
Kesimpulan kita semua adalah, Pemerintahan saat ini, semakin terlihat kegamangannya serta keraguraguannya didalam menjalankan roda Pemerintahan. (Abah Pitung)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H