Lihat ke Halaman Asli

Moge Anasionalisme Indonesia, Kapitalisme, Arogansi

Diperbarui: 17 Agustus 2015   15:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Penulis pernah menyaksikan ada hanya 6 Moge (Motor Gede) dikawal oleh Polisi voorrijder pada jalan yang sedang macet berat, sehingga pengawalan itu memperparah kondisi kemacetan saat itu. Semua orang disepanjang jalan itu mengumpat, mengejek dengan sumpah serapah paling kotor kepada ke-enam pengguna motor HD (Harley Davidson) tersebut dan Polisi voorijder yang mengawal mereka didepan. Untuk menyaksikan Polisi voorrijder hanya mengawal sebuah mobil berpelat hitam sudah sangat sering kita saksikan dan bisa saja mobil yang dikawal Polisi voorrijder itu adalah para pengedar Narkoba. Saran kita kepada setiap pengawalan kepada kendaraan sipil, sebaiknya semua orang yang didalam mobil dan mobilnya diperiksa dahulu oleh para pelaksana Polisi voorrijder sebelum dilakukan pengawalan kebijakan dilapangan yang salah kaprah. Terlihat nyata, Polisi kita terutama Polisi voorrijder sangat tergiur dengan uang pengawalan dijalan raya dan hanya untuk kepentingan pribadi sang Polisi, tapi menggunakan fasilitas Negara (bisa masuk kategori korupsi sang Polisi voorrijder). Setiap pengawalan Polisi voorrijder disemua jalan yang sedang macet, akan sangat menambah keparahan kondisi kemacetan dijalan raya. Hal ini wajib disadari oleh Polisi Lalu Lintas kita. Saran kita jika setiap warga atau pejabat yang ingin menghindari kemacetan lalin, harus sepagi mungkin sudah keluar dari kediamannya.

Penulis ingin menampilkan dasar hukum berlalulintas UU No.22 Tahun 2009 Pasal 134 (a-g) Pengguna Jalan yang memiliki hak utama berbunyi : “Pengguna jalan yang diberikan hak utama untuk didahulukan kendaraan pemadam kebakaran yag sedang melaksanakan tugas, ambulan yang sedang mengangkut orang sakit, kendaraan untuk memberi pertolongan kepada kecelakaan lalu lintas, kendaraan lembaga pimpinan lembaga Negara RI, kendaraan pimpinan pejabat Negara asing dan lembaga Internasional yang menjadi tamu Negara, iring-iringan pengantar jenazah, konvoi dan atau kendaraan untuk ‘kepentingan tertentu’ menurut pertimbangan petugas kepolisian Negara Republik Indonesia.” Dilihat dalam penjelasan UU No.22/2009 Pasal 134 g., dikatakan : “Yang dimaksud dengan ‘kepentingan tertentu’ adalah kepentingan yang memerlukan penanganan ancaman bom, kendaraan pengangkut pasukan, kendaraan untuk penanganan huru-hara, kendaraan untuk penanganan bencana alam.”

Mencermati Pasal 134 (a-g), kita dapatkan bahwa pada Pasal 134 g. ada kata konvoi yang masih sebagai kata dan pasal karet yang sangat debatable sehingga konvoi apa saja nantinya bisa dikawal oleh Polisi voorrijder, sesuai dengan kepentingan dan selera berpikirnya Polisi. Pasal dan ayat inilah yang dipakai Polisi voorrijder selama ini untuk mengawal konvoi Moge, termasuk argumentasi pembenaran dari Ketua Umum HDCI Nanan Soekarna ketika memberi sanggahan pada peristiwa penghadangan ribuan Moge kawalan Polisi voorrijder oleh seorang aktivis Biker bernama Elanto Wijoyono Sabtu 16 Agustus 2015 di jalan perempatan Condong Catur Yogyakarta.

Kendaraan bermerek Harley Davidson buatan Amerika Serikat yang ber cc besar, adalah dikategorikan sebagai kendaraan roda dua super mewah berharga (US$.47.000,- s/d US$.67.000,-) pada kurs Rp.13.875,-, Rp.655 juta s/d Rp.916 juta per kendaraan. Penggunaannya juga hanya dipakai oleh para pemiliknya untuk sekedar berhura-hura apalagi ada momen menjelang 17 Agustusan ada event Yogya Bike Rendezvous dimana salah satu kelompok pesertanya dari HDCI (Harley Davidson Club Indonesia). Adanya berbagai kelompok kecil rombongan HDCI yang berada diluar pengawalan Polisi voorrijder melakukan banyak pelanggaran rambu-rambu lalu lintas selama ini termasuk pada bagian kelompok konvoi Moge HDCI menuju acara “Yogya Bike Rendezvous” sehingga berkesan arogansi dan inilah yang membuat Elanto Wijoyono marah dan gusar, lalu dia melampiaskan protesnya dengan melakukan penghadangan rombongan Moge tersebut.

Kelompok Moge Harley Davidson (HD) pada benak banyak masyarakat Indonesia selama ini adalah pengendara yang sangat suka menggerung-gerungkan suara besar mesin kendaraannya dan itu merupakan kebanggaan arogan yang sangat membisingkan, layaknya seperti anak-anak kecil yang baru dibelikan orang tuanya sebuah kendaraan motor roda dua dengan mesin kecil pemotong rumput. Disamping itu para moge ini, sering melanggar ketentuan lampu stopan dipersimpangan jalan dan sering disaksikan angkuh dan negatif oleh banyak pengendara lainnya. Tidak terlihat adanya arogansi pada komunitas sepeda serta konvoinya, disamping suara yang adem tidak membisingkan telinga.

Banyak pengendara Moge HD, bergaya dan mengkonsumsi berbagai produksi luar negeri perlengkapan Harley Davidson asli, baik dari jacket, sepatu dan perlengkapan lainnya dalam branding HD. Gaya mereka mengendara juga diadopsi dari gaya-gayanya hedonisme para pengendara HD diluar negeri. Hal ini membuat belanja barang impor Indonesia yang cukup tinggi. Hanya untuk pengendara dari berbagai kota pada acara “Yogya Bike Rendezvous” yang hadir sampai ribuan pengendara HD dan sudah berapa banyak jumlah pemilik HD diseluruh Indonesia ? Inilah pasar khusus branding Harley Davidson yang dibentuk dan dikendalikan oleh para marketer HD agar orang kaya Indonesia selalu mencintai produksi luar dan senang bergaya hedonisme dan arogan dalam mengendarai kendaraan roda dua Harley Davidson dan itu merupakan gaya marketing Harley Davidson (Image Branding).

Umumnya, para pengendara kendaraan Harley Davidson adalah dari kalangan mantan para pejabat tinggi Militer, dan para mantan pejabat tinggi Kepolisian, para pengusaha besar, para artis, serta para mantan pejabat pemerintahan. Oleh karena itu, disaat mereka mengendarai HD di jalanan, anggapan mereka semua bisa diatur dengan uang dan mereka memiliki banyak uang. Makanya aparat Kepolisian tidak dapat berbuat untuk bisa menolak pengawalan dengan Polisi voorrijder walaupun mereka para pengedara moge Harley Davidson terlihat bergaya arogan hanya berjumlah dibawah 10 kendaraan HD dan meminta pengawalan dengan cara mendadak karena ada mantan pejabat Kepolisian dalam rombongan moge tersebut.

Memang Kelompok Moge selama ini, telah membuat kebencian yang sangat mendalam dari banyak orang dan banyak kalangan masyarakat dan mereka selalu mendapatkan keistimewaan pengawalan yang berlebihan dari Polisi voorrijder sehingga sangat nyata AROGANSI pamer kekayaan kelompok Moge ini. Tidak perlu untuk mengisi acara yang katanya bersifat Nasionalisme Indonesia menjelang 17 Agustus 2015 pada acara “Yogya Bike Rendezvous” dengan membawa serta pamer Moge mewah HD. Rata-rata kelompok moge ini melambangkan nilai-nilai KAPITALISME versi Amerika yang sangat MEMUAKKAN banyak masyarakat mereka sangat terlihat PAMER KEANGKUHAN, pamer AROGANSI dengan derunya suara HD dan sangat gemar dideru-deru serta digerung-gerung layaknya kekanakan. Hallo, para komunitas Moge, Indonesia dimerdekakan dengan semangat heroisme kemerdekaan dan hanya dengan modal kesahajaan senjata bambu runcing, bukan Moge seperti kalian para pendukung Kapitalisme hedonis yang sangat berjiwa konsumerisme. Keberanian dan aksi Elanto Wijoyono di Yogyakarta telah mewakili banyak masyarakat Indonesia di berbagai kota besar. Penjelasan Nanan Soekarna mantan Wakapolri sebagai Ketua Umum HDCI adalah penjelasan PEMBENARAN yang membela kelompok Moge kapitalisme secara berfikir serampangan dan sangat disayangkan pola pikir Nanan Soekarna walaupun sudah mengikuti pendidikan tingkat Seskopim dll, tapi cuatan pemikirannya sangat menjunjung Kapitalisme yang Arogansi, bukan Nasionalisme Indonesia yang didasarkan pada pola jiwa serta warisan semangat Kemerdekaan Indonesia. (Abah Pitung)

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline