Lihat ke Halaman Asli

Sombongnya Megawati S.P. Dalam Berdemokrasi

Diperbarui: 17 Juni 2015   08:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

14288322631667396324

Partai yang selalu disebut-sebut sebagian orang sebagai partai yang paling demokratis adalah PDIP katanya. Tetapi sering terjadi dalam kenyataannya, PDIP-lah partai yang paling tidak bisa menjalankan suasana demokratis itu. Buktinya sangat nyata diperlihatkan : pada Kongres IV PDIP di Hotel Inna Grand Bali Beach Sanur Bali Denpasar 9-12 April 2015. Megawati pada kongres tersebut sebagai calon tunggal dan tidak ada satupun kader muda yang bisa dipilih dan berani tampil sebagai capim alternatif, kemudian pribadi Megawati didaulat oleh massa kongres sebagai formatur tunggal dalam menentukan sendiri kedudukan pengurus baru kepemimpinannya DPP-PDIP periode 2015-2020. Memang pada setiap Kongres PDIP, selalu posisi pribadi Megawati SP dominan menjadi wanita yang tak tertandingi. Berkesan Megawati bak seorang ratu sangat perkasa yang tak tergoyahkan oleh siapapun di kerajaan Partai PDIP.

Perhatikan formasi posisi duduk para undangan dijajaran paling depan, Presiden Jokowi dan Wapres Yusuf Kalla berada mengapit posisi Megawati, berkesan terencana bahwa Megawatilah yang paling berkuasa dan posisinya jauh diatas posisi Kepala Negara. Seorang yang mengaku paling demokratis serta selalu mengucapkan wawasan kebangsaan Indonesia, seharusnya sangat menghormati nuansa adab pekerti ketatanegaraan ditempatkan dimana, tokoh Negara didalam acara kepartaian terutama pasangan Presiden dan Wapres. Buat apa sering mengucapkan moral dan laku Soekarno akan tetapi bertentangan dengan moral dan laku Soekarno itu sendiri.

Disaat Megawati SP menyampaikan pidato politiknya Sabtu (11/4/2015), ada ucapannya yang menjadi catatan banyak orang adalah : "Sebagai kepanjangan tangan partai, kalian adalah petugas partai. Kalau enggak mau disebut petugas partai, keluar !". Pernyataan menohok ini, kita kaitkan dengan pernyataan Megawati sebelumnya Ketika Megawati SP sang ketua umum PDIP (Partai pemenang tipis Pileg 2014) berpidato pada tanggal 14 Mei 2014 di Lenteng Agung Jakarta, Megawati berucap : "Saya pesan ke Pak Jokowi, sampeyan tak (saya) jadikan capres, tapi jangan lupa ingat capresnya saja, anda adalah petugas partai yang harus melaksanakan apa yang ditugaskan partai".

Ketika ucapan ini mendapatkan reaksi keras meluas serta tanggapan yang negatif terhadap Megawati dan Jokowi, maka para kader PDIP dan pasukan cyber belepotan menjawab pembenaran dari berbagai pertanyaan dan ulasan. Termasuk para penulis pendukung Jokowi dimedia manapun berupaya melakukan "pembenaran yang membingungkan publik". Kerepotan melakukan pembenaran ini berkesan kuat sebagai "The King/Queen can do no wrong".

Memperhatikan, mencermati kalimat ucapan Megawati diatas, ada kesan kuat bahwa Megawati ingin menunjukkan serta memamerkan bahwa dirinya adalah satu-satunya orang yang memiliki dan menguasai sosok Jokowi. Perhatikan kalimat : "sampeyan tak (saya) jadikan capres, tapi jangan lupa ingat capresnya saja". Kemudian Megawati sangat ingin mencuatkan pola pikirnya dalam suasana kesan kesombongan bahwa dirinya sebagai penentu kuat adanya/berhasilnya Jokowi, sebagai penentu keberadaan dan kehadiran Jokowi menjadi sosok Presiden. Perhatikan kalimat : "anda adalah petugas partai yang harus melaksanakan apa yang ditugaskan oleh partai". Nilai-nilai kesombongan diri serta mengecilkan posisi Jokowi serta Jokowi diposisikan sebagai sosok yang dicalonkan sebagai Presiden Indonesia dan untuk bangsa besar Indonesia, akan tetapi dalam kepartaian, Jokowi hanya disebut sebagai "Petugas Partai" walaupun dia menjadi seorang Presiden. Secara maknawi nilai diri sosok Jokowi menjadi sangat jomplang dengan sebutan petugas partai jika dibandingkan dengan jabatan sebagai Presiden Indonesia. Tentu bagi semua rakyat Indonesia akan mengatakan hai Megawati SP, kami tidak butuh seorang petugas partai, yang kami perlukan adalah tokoh, pemimpin dan bapak bangsa yang bisa menjadi Presiden Indonesia kini dan kedepan serta bisa mendatangkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat.

Pada acara Kongres IV PDIP tersebut, kehadiran Presiden Jokowi tidak dimanfaatkan dan diberi kesempatan untuk menyampaikan kata sambutan dan pidatonya sebagai puncak acara. Berkesan PDIP tidak memerlukan kata sambutan dan pidato dari seorang Presiden Jokowi walaupun saat itu hadir dalam acara. Mungkin karena diposisikan sebagai petugas partai rupanya. Hal ini mengindikasikan bahwa PDIP terutama Megawati SP telah melecehkan seorang Presiden Jokowi bersama Wapres Jusuf Kalla.

Puan Maharani masih saja diangkat sebagai pengurus Partai walaupun sudah diketahui bahwa menjabat sebagai Menteri RI harus melepaskan jabatan kepartaian agar fokus kepada rakyat. Inilah bentuk pembangkangan Puan dan Ibunya Megawati SP kepada Presiden Jokowi. Beranikah Jokowi memberhentikan Puan Maharani dari jabatan Menko dalam reshuffle kabinet ?

Dari cara dan tampilan Megawati SP, beliau ingin menunjukkan kepada dunia, hey dunia lihatlah aku, aku adalah tertinggi dan terbesar dari seorang Presiden Indonesia sekalipun, akulah yang paling berkuasa dan dihormati di Indonesia. Akulah titik pusat perhatian Indonesia dan dunia saat ini, akulah pusat kekuasaan itu. Maka diapun puaslah. (Abah Pitung)




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline