Akhir-akhir ini, banyak berlalulalang-berseliweran kalimat dalam berbagai opini yang mengatakan "Intelektual Sampah", "Cendekiawan Sampah", dan "Politisi sampah". Memang manusia sejorok dan sekualitas sampah sangat banyak di Indonesia disaat ini. Coba kita buktikan banyaknya para pemimpin baik itu sebagai Menteri, Dirjen, Gubernur, Bupati, Walikota, Camat, Kepala Desa yang ditangkap dan divonis Hakim inkrah karena melakukan perbuatan sampah yaitu KORUPSI atau MALING UANG RAKYAT atau NYOLONG UANG RAKYAT. Bahkan bukan Gubernur, Bupati, Walikota, Camat, Kepala Desa saja tapi para anggota DPR atau DPRD juga bisa menjadi biang KORUPSI atau MALING UANG RAKYAT atau NYOLONG UANG RAKYAT. Atasannya saja sudah menyampah apalagi bawahannya. Saya tulis berulang-ulang karena para pembaca yang sekualitas sampah tidak mau tau, tidak mau belajar dengan kata-kata sarkasme seperti ini.
Politisi Sampah adalah : "Orang yang mengaku sebagai politisi atau sebagai wakil rakyat atau sebagai orang partai politik dan dia dipilih dan terpilih melalui suatu tahap pemilihan umum lalu dalam setiap laku serta manfaat kehidupannya hanya semata untuk kepentingan diri dan pribadi sendiri atau kelompok sendiri dan predikat wakil rakyat hanya dimanfaatkan saja sebagai anak tangga dan berpura-pura seolah-olah memikirkan dan memperjuangkan aspirasi rakyat. Orang seperti ini tega membohongi rakyat konstituennya serta seluruh rakyat dan selalu dalam jabatannya melakukan tindakan manipulasi dalam berbagai proyek APBN-APBD serta peluang-peluang manipulatif yang bersifat ekonomi lainnya".
Orang yang disebut Politisi Sampah ini dalam jabatan publik kesehariannya tidak mampu merobah serta membuat perubahan kemajuan didalam masyarakatnya.
Intelektual-Cendekiawan Sampah adalah : "Orang yang telah mampu menyelesaikan pendidikannya pada perguruan tinggi (pt) dengan segala cara karena pola budaya nyontek telah terbentuk sejak sekolah dasar. Orang ini jika diberi peluang terkenal, maka dia selalu memaksakan kehendak dan pemikirannya agar orang lain sepemikiran dengan dia saja. Orang ini selalu merasa yang paling pintar dari dari orang seluruh dunia. Orang yang mengaku sebagai Intelektual ini hanya bisa berteori dan mengajar di depan siswa dan mahasiswanya di pt-nya dan dia bisa diakui sebagai guru besar karena konspirasi sesama guru besar sampah lainnya lalu menduduki jabatan seolah terhormat di pt-nya. Orang seperti ini, jika diberi peluang berkarya hanya mampu berwacana, berteori, beralasan, cerdik ber-argumentasi saja dan dia selalu bisa ditipu oleh bawahannya yang berpendidikan rendah".
Orang yang disebut Intelektual Sampah ini dalam jabatan kesehariannya, hanya bisa merencana berwacana, berwacana tapi ngawur dan jika berdialog selalu tidak mau kalah dan cenderung memaksakan dan membela pola pikirnya dengan segala aneka argumentasi sampah sehingga mengundang emosi lawan bicaranya serta mengundang juga emosi para pemirsa dan pendengarnya.
Semoga kita yang masih waras ini, tidak termasuk manusia berkualifikasi SAMPAH. Manusia berkualitas sampah bisa didaur ulang, agar bisa bermanfaat baik bagi lingkungan masyarakat asal diri mereka mau bertobat, berubah dan introspeksi untuk kembali menjadi manusia terbaik dan bermanfaat bagi banyak orang. (Abah Pitung)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H