Untung saja Polisi Diraja Malaysia bisa menangkap pria kelahiran Banyuwangi 16 Februari 1970 AKBP Idha Endi Prastiono Kepala Subdirektorat Narkoba Kepolisian Kalimantan Barat dan Brigadir Kepala MP Harahap pada 30 Agustus 2014 bersama barang bukti sebanyak 6 Kg narkotika. Penangkapan ini, bisa dijatuhi Hukuman mati di Malaysia. Kalau di Indonesia mungkin kedua orang ini bisa ditutupi kasusnya lalu selesai. Selanjutnya memang banyak oknum Polisi sering sangat mempermalukan bangsa Indonesia dalam hal pelanggaran hukum dan oknum Polisi jahat itu, dari Polisi yang berpangkat rendahan hingga Brigjen Polisi dan Irjen Polisi yang berpangkat tinggi. Polisi rekening gendut yang melibatkan para petinggi Polri juga masih mengambang dan tidak mau diungkap oleh Kepolisian sendiri (dipertanyakan reformasi di Kepolisian oleh seluruh rakyat Indonesia).
Perseteruan antara Kapolri Jendral Sutarman dengan Kompolnas Adrianus Meliala adalah bukti nyata orang tertinggi Polri saja berupaya menutupi kebusukan di Kepolisian sendiri. Artinya Kapolri sendiri bisa tidak tau permasalahan yang ada didalam Kepolisian itu sendiri atau pura-pura tidak tau. Karakter petinggi Polisi seperti ini menunjukkan kepada kita semua bahwa apa yang sering didengungkan sebagai reformasi kepolisian adalah tidak benar dalam arti yang sesungguhnya. Yang ada adalah reformasi pura-pura atau reformasi palsu hanya untuk pencitraan seolah-olah Kepolisian sudah bersih dan berubah saat ini.
Tertangkapnya dua perwira Kepolisian RI oleh Polisi Diraja Malaysia, merupakan gambaran puncak gunung es yang sebenarnya akan banyak sekali para oknum Polisi yang bejad dan bermoral buruk yang belum terungkap lalu mereka sekarang masih menjalankan tugas di Kepolisian RI. Pantaslah kalau banyak masyarakat Indonesia sangat tidak puas selama ini atas pelayanan dari Kepolisian atas penegakan Hukum di Indonesia. Segala urusan yang berkaitan dengan Polisi selalu kaitannya dengan ada duitnya dahulu atau tidak. Kalau duitnya tidak ada jangan harap Berita Acara pengaduan yang telah dibuat bisa dijalankan (pengalaman penulis).
Sudah lama sebenarnya masyarakat mengetahui bahwa banyak barang sitaan yang menguap dicuri para oknum Polisi ditempat penyimpanannya dengan cara, kalau bahan Narkoba bisa ditukar dengan bubuk kapur mixing atau tawas dan tepung nabati dalam granul dan warna serta bau yang dimiripkan sama. Kalau kendaraan atau benda lainnya, onderdil penting dan mahal bisa bertukar dengan yang sudah rusak serta bermacam-macam bentuk cara manipulasi barang bukti. Sehingga banyak masyarakat yang berkaitan dengan hukum di Kepolisian selama ini merasa jengkel dan muak. Untuk mengambil barang bukti karena perkara sudah selesai, selalu pengambilannya oleh masyarakat harus memakai duit pelicin dahulu (pengalaman penulis).
AKBP Idha Endi Prastiono ternyata sebelumnya merupakan perwira Polisi yang banyak bermasalah hukum dalam berbagai kasus pelecehan wanita di Sumatra Utara, pencurian barang bukti, pelepasan teman jaringannya di Kepolisian juga berpangkat Brigadir Kepala Polisi berinisial TN sampai kini masih buron. AKBP Idha Endi Prastiono rupanya sudah menjadi bagian jaringan pengedar Narkotika tingkat Internasional. Pantas saja upaya pemberantasan peredaran narkotika didalam masyarakat sangat sulit dijalankan, karena ternyata peredaran Narkotika itu sudah melibatkan banyak oknum penegak hukum itu sendiri di berbagai daerah dan setiap operasi rahasia yang dijalankan jajaran Kepolisian untuk lakukan sweeping peredaran narkoba selalu bocor.
Ukuran seluruh rakyat Indonesia terhadap Kepolisian RI setelah menimbang dalam kasus Kuching adalah :
1. Betapa lemahnya jajaran organisasi intelijen di Kepolisian, karena kejahatan para oknum Polisi yang ada didepan hidung para intelijen ini tidak dapat dideteksi secara cepat, bahkan berindikasi adanya pembiaran. Bagaimana bisa seorang Perwira yang memiliki banyak masalah hukum dalam jabatannya masih dipakai dan diberikan jabatan tinggi. Bagaimana menginteli permasalahan-permasalahan diluar Kepolisian sendiri ?,
2. Betapa lemahnya pengawasan dibanyak POLDA, sehingga ada perwira Polisi yang bisa sewenang-wenang berada diluar penetapan komando Kepolisian serta bisa ke luar negeri tanpa diketahui satuannya dan atasannya,
3. Kepolisian tidak memiliki peta track record SDM-nya masing-masing, yang bisa dibuat sejak dari POLDA hingga MABES didasari dari hasil Intelijen intern Kepolisian,
4. Masih lemahnya antisipasi dan reaksi cepat dari jajaran Kepolisian dalam merespon laporan masyarakat tentang kejahatan diluar permasalahan Terorisme,
5. Masih adanya Perwira Tinggi di Kepolisian yang berupaya menutupi berbagai kebusukan permasalahan pelanggaran hukum didalam tubuh kepolisian itu sendiri,