Sampai detik ini, kubu Prabowo-Sandiaga masih mengklaim kubunya yang menang dalam pemilihan presiden 2019. Sementara hasil quick count yang dilakukan beberapa lembaga survei, semuanya memenangkan Jokowi-KH Ma'ruf Amin. Bahkan, real count Komisi Pemilihan Umum (KPU) sampai hari Jumat, 19 April 2019, sementara masih mencatat keunggulan Jokowi-KH Ma'ruf.
Prabowo Subianto, capres nomor urut 02 mengklaim pihaknya yang menang. Dalam deklarasi klaim kemenangan yang sudah dilakukan sampai tiga kali, Prabowo menyebut dirinya unggul dengan perolehan 62 persen suara. Prabowo mengklaim, angka 62 persen itu berdasarkan hasil real count internalnya yang berasal dari 300 ribu Tempat Pemungutan Suara (TPS).
Menyikapi klaim kemenangan Prabowo, para relawan Jokowi-KH Ma'ruf mengeluarkan tantangan terbuka kepada kubu Prabowo untuk adu data. Para relawan Jokowi menantang kubu Prabowo saling membuka data dan memperbandingkan, sehingga bisa diketahui data siapa yang valid. Dan siapa yang sebenarnya asal klaim.
" Kami relawan Jokowi siap beradu data dengan BPN sesuai data C1 kita dan akan minta semua diaudit keabsahannya. Tidak hanya parpol Koalisi Indonesia Kerja tapi relawan Jokowi juga memiliki data C1 hasil pemungutan suara di TPS. Kami tantang BPN kita adu data terbuka," kata Hendrik Sirait, Ketua Umum Relawan Almisbat, di Jakarta, Jumat,19 April 2019.
Menurut Hendrik, klaim-klaim seperti yang dilakukan kubu Prabowo tak hanya sekarang saja. Dulu, waktu pilpres 2014, mereka juga melakukan hal yang sama, mengklaim menang. Karenanya biar tak sepihak, relawan Jokowi menantang pihak Badan Pemenangan Nasional Prabowo-Sandi beradu data saja.
" Ini sudah pernah kita hadapi 2014 dan terbukti kalah. Dulu mereka sampaikan mau ke MK dengan bukti 10 truk pada akhirnya nol besar," cetus Hendrik.
Michael Umbas, Ketum Arus Bawah Jokowi juga menyuarakan tantangan serupa. Kata dia, daripada klaim sepihak, lebih baik adu data saja secara terbuka. Biar masyarakat yang menilai, siapa yang asal klaim. Karenanya, relawan Jokowi menantang klaim BPN yang mengaku sudah menang. Klaim BPM Prabowo menurut Umbas memang sengaja dilakukan. Tujuannya adalah untuk membingungkan rakyat. Padahal sudah jelas mereka kalah, setidaknya berdasarkan hasil quick count.
"Silakan di cek di google dan database jejak digital era SBY menerima hasil quick count, bahkan era Pilkada DKI yang memenangkan Anies-Sandi malah Prabowo sendiri yang mengumumkan hasil kemenangan dengan acuan quick count. Sekarang mau gertak dengan acuan real count. Langkah denial the truth ini akan makin membuat prabowo terperosok,"kata Umbas dengan pedasnya.
Deddy Mawardi, Sekjen Seknas Jokowi juga satu suara. Menurut dia sejarah Pilkada maupun pemilu langsung di Indonesia, telah membuktikan akurasi quick count. Baginya klaim Prabowo meraih 62 persen suara di Pilpres 2019 di luar logika kaum intelektual yang percaya penelitian ilmiah. Daripada berkoar sudah menang, lebih baik data yang diklaim sebagai dasar kemenangan diadu saja. Deddy yakin, kubu Prabowo tak akan berani membuka data itu.
"Buka saja ke publik data 62 persen itu. Kami sangat dan begitu yakin kubu Prabowo-Sandi tidak berani. Kenapa? Ya mungkin karena tidak ada datanya. Mereka cuma beri coba beri harapan ke pendukung. Beberapa pemilih Prabowo-Sandi tentu ada yang tidak percaya," katanya.
Mustar Bonaventura, aktivis Pospera mengingatkan kubu Prabowo jangan membuat masyarakat bingung. Tidak perlu menghasut rakyat melalui informasi sesat. Apalagi dengan ajakan inkosntitusional seperti people power. Ia juga mengingatkan, pemilu di Indonesia jadi salah satu pesta demokrasi rujukan dunia. Proses pemungutan sekaligus penghitungan suara di TPS sangat terbuka dan terang benderang.
"Kan kubu 02 sering bilang gunakan akal sehat. Deklarasi kemenangan 62 persen itu jelas jauh dari akal sehat,"tukasnya.