Lihat ke Halaman Asli

Tafsir "Gampang Sekali" Jokowi

Diperbarui: 20 Juni 2015   03:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

PERKATAAN tokoh di depan umum selalu menjadi topik pembicaraan. Setiap lontaran kata dan ucapan lidah akan diganjar pujian atau kritikan. Maka, tak heran bila mereka sangat hati-hati dalam bersikap dan berbicara. Sebab, sikap maupun ucap mereka akan dinilai dan diinterpretasi.

Bagi penganut media massa baik cetak maupun elektronik, pecinta kabar politik, takkan asing lagi dengan ungkapan “gampang sekali”. Itulah ungkapan milik Jokowi dalam debat capres dan cawapres yang digelar KPU Senin, (9/6/2014) yang ramai dibicarakan dan tak sedikit menuai kritikan. Bunyi lengkapnya kira-kira “gampang sekali itu pakai saja politik anggaran” suatu penggalan kalimat pidato visi misi beliau terkait persoalan pengaturan daerah. Dan menambah banyaknya kritikan munculnya ungkapan “panggil programmer, dua minggu selesai.” Ungkapan tersebut mengingatkan kembali ungkapan senada alm. Gusdur “gitu aja kok repot.” Hehe.

Apa kira-kira tafsiran dari ungkapan Pak Jokowi di atas? menurut sudut pandang saya, ungkapan tersebut mengandung makna bahwa Pak Jokowi menguasai benar semua persoalan negeri dan memahami betul what is the problem and what is the solution (apa masalahnya dan apa solusinya). Bila tidak seperti itu keadaannya, ada interpretasi lain bahwa Pak Jokowi gemar menyepelekan permasalahan dan menyederhanakan persoalan. Mudah-mudahan tafsiran pertama yang benar.

Untuk menguji kebenaran dari dua tafsiran di atas diperlukan instrumen/alat ukur. Nah, barangkali kualitas kinerja beliau 7 tahun di Kota Solo dan 2 tahun saat memerintah di Ibu Kota Jakarta bisa menjadi alat ukur yang paling mudah dan sederhana. Apakah statement beliau di atas tecermin dalam kinerjanya beliau di wilayah yang scope-nya relatif kecil dan penduduknya relatif sedikit (Solo sekitar 600 ribu jiwa dan Jakarta 10 juta jiwa).

Mengenai kinerja Pak Jokowi di kota Solo saya tidak merasakannya secara langsung karena saya bukan warganya di sana. Namun kabarnya beliau dianggap berhasil melakukan rebranding Solo “Solo: The Spirit of Java”, mendamaikan kraton Surakarta, membenahi PKL, membenahi transportasi umum, Solo Techno Park dan Esemka, dan lain-lain.

Sedangkan mengenai kinerja beliau di Ibu Kota Jakarta, saya adalah salah seorang warganya. Maka, perasaan hati dan pemandangan mata saya sehari-hari terhadap fakta dan keadaan di sana paling tidak bisa mendasari penafsiran saya terhadap ungkapan yang beliau lontarkan di atas.

Persoalan utama di Ibu kota adalah macet dan banjir. Saya masih teringat dengan ungkapan Pak Jokowi kala itu di pilkada DKI yang mirip dengan ungkapan beliau di atas, “Kelihatannya nggak sulit-sulit amat atasi macet dan banjir di Jakarta.” Lantas apa fakta yang terjadi setelah beliau memimpin Jakarta selama hampir dua tahun?

Di antara strategi untuk mengatasi kemacetan, Pak Jokowi mendirikan PT Transjakarta, pengandangan metromini dan kopaja, pembelian armada busway (yang katanya karatan), penertiban PKL di jalanan. Fakta yang tidak bisa disanggah, hingga saat ini kemacetan di Ibu Kota Jakarta belum berakhir. Ini membuktikan bahwa persoalan macet di Ibu Kota bukan persoalan yang sederhana dan tidak dapat disederhanakan dengan kata-kata.

Kemudian strategi untuk mengatasi banjir, Pak Jokowi melakukan normalisasi Waduk Pluit, Waduk Ria Rio, Waduk Tomang Barat, Waduk Rawa Bambon, dan waduk lainnya. Fakta yang tidak bisa disanggah, banjir tahunan di Ibu Kota belum berakhir. Ini pula membuktikan bahwa permasalahan banjir di Ibu Kota bukan permasalahan sepele dan tidak dapat disepelekan.

Lalu manakah penafsiran yang tepat dari ungkapan Pak Jokowi di atas, anda dapat menyimpulkan sendiri. Dan menurut saya, alangkah baiknya bila Pak Jokowi tidak terlalu mengumbar kata-kata ‘gampang sekali’ dalam ungkapannya di depan umum karena terkesan menganggap sepele terhadap permasalahan, biar suatu saat jika Allah menakdirkan beliau terpilih menjadi presiden tidak menuai cemoohan dari rakyatnya.

Kita semua tahu, Indonesia ini bukan Solo yang berpenduduk setengah juta jiwa tapi sebuah negara yang berpenduduk 250 juta jiwa. Kita semua paham, Indonesia ini bukan Provinsi DKI Jakarta tapi sebuah negara yang terdiri dari 34 provinsi.

Jakarta, 17 Juni 2014

Salam Persaudaraan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline