Lihat ke Halaman Asli

Purnama Syaepurohman

Perjalanan menuju keabadian

Pendidikan itu Menyalakan Lilin di Kegelapan

Diperbarui: 4 Januari 2025   18:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Pendidikan itu menyalakan lilin di kegelapan, bukan mengutuk kegelapan. Sepercaya diri itulah para guru. Mereka akan selalu optimis untuk mengajarkan, mendidik, dan membelajarkan peserta didik sepanjang masih berprofesi guru. Mereka mengajar dengan baik, walaupun konten atau muatan mata pelajaran terus berubah-ubah, karena birokrat pendidikan Indonesia mempunyai gagasan-gagasan besar yang ingin diterapkan.

Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar. Besar secara keberagaman, demografi, wilayah, sosial budaya, ekonomi, dan lainnya. Kebesaran bangsa inilah yang menjadikan munculnya berbagai gagasan pendidikan nasional dari para pakar tingkat nasional. Kurikulum Merdeka dan istilah-istilah kemerdekaan lainnya di pendidikan dasar, menengah, dan tinggi mendapatkan sorotan dan evaluasi pada masa menteri selanjutnya.

Bagi yang bergulat di bidang pendidikan, menjadi peluang dan tantangan untuk berkontribusi pada pendidikan nasional. Pendidikan yang dikelola pemerintah mewarnai sistem pendidikan nasional yang dalam praktiknya banyak partisipasi dari swasta. Swasta pengelola pendidikan juga bervariasi, ada yang lebih rendah, setara, dan lebih baik dari sekolah/perguruan tinggi yang dikelola negara.

Sistem Zonasi baik, yang tidak baik adalah adanya rekayasa sistem dan kebocoran sistem, sehingga masukan peserta didik tidak sesuai dengan ketentuan. Sistem Inklusi baik, tetapi kesiapan sekolah untuk menerima siswa inklusi perlu dipertimbangkan. Asesmen Nasional baik, untuk mengukur sistem, tetapi Ujian untuk mengukur hasil belajar siswa secara individual, dengan standar nasional, diperlukan oleh negara. Maka Ujian Nasional atau apapun namanya perlu diadakan kembali.

Ujian Nasional pada masa lalu sarat dengan permasalahan. Permasalahan kebocoran soal, butir soal yang kurang baik, dan lain-lain. Sehingga muncul desakan agar sistem yang buruk ini ditiadakan. Kalaupun diadakan, maka perlu dipikirkan bagaimana sistem yang lebih baik.

Ujian Nasional atau yang setara, penting dilakukan di jenjang pendidikan menengah, menuju ke pendidikan tinggi. Sedangkan di pendidikan dasar dan menengah pertama, lebih fleksibel untuk diadakan, karena materi dan minat bakat siswa masih terus berkembang. Ketika di jenjang menengah atas, siswa sudah siap menuju jenjang pendidikan tinggi yang sesuai dengan potensi yang dimilikinya.

Fenomena stres pada siswa ketika musim Ujian Nasional perlu diatur sedemikian rupa. Generasi muda harus siap dengan stres/tekanan. Tekanan yang mendewasakan. Stres menimbulkan kesurupan massal, tekanan saat ujian menyebabkan siswa rajin puasa sunat dan sholat tahajud, atau melaksanakan istighosah akbar. Tim Kementrian harus membuat sistem ujian yang berbeda dengan sebelumnya, dan berorientasi pada perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terus berkembang. Sehingga hasilnya dapat dimanfaatkan untuk masuk ke perguruan tinggi. Siswa Sekolah Menengah dapat mengukur potensi dirinya, dan memilih jurusan yang sesuai.

Bagi para dosen yang mendidik calon guru. Para guru di sekolah, mari nyalakan lilin dengan optimis, apapun yang direncanakan para birokrat pendidikan, percayalah, tujuannya untuk pendidikan nasional yang lebih baik. Jikalau melenceng dari itu, mari kita bergerak, kekuatan sipil bisa merubah keinginan negara yang melenceng dari Pancasila. Senjata kita adalah media sosial. Semoga.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline