Lihat ke Halaman Asli

Giwangkara7

Perjalanan menuju keabadian

Secercah Asa Perguruan Tinggi Swasta di Indonesia

Diperbarui: 1 Desember 2024   08:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Perguruan tinggi swasta yang bersandar pada bayaran oleh mahasiswa. Pada tahun-tahun ini mengalami kesulitan dalam operasional bisnisnya. Dosen dan karyawan harus dibayar gaji bulanannya. Sementara pembayaran dari mahasiswa menyusut. Maka harus diadakan efisiensi. Diadakan pemutusan hubungan kerja menjadi pilihan. Kalau sudah tidak ada jalan lagi. Salah satu jalannya adalah dengan mengurangi kuantitas birokrasi yang ada. Terdapat skema perampingan jabatan tertentu. Pekerjaan-pekerjaan birokrat struktural dirampingkan. Tentu akan menimbulkan keresahan dan pengurangan pendapatan dosen dan karyawan. Tetapi itu lebih baik daripada harus diberhentikan. Pemutusan Hubungan Kerja di amal usaha Muhammadiyah adalah jalan terakhir yang paling akhir untuk dilakukan. Inilah saatnya manajemen perguruan tinggi untuk bekerja keras mengelola krisis. Memimpin di era krisis harus membuat peta jalan yang berbeda, tidak seperti biasanya saja. Amal usaha pendidikan merupakan bagian besar dari organisasi Persyarikatan. Perlu bersiap dan bergegas menyongsong perubahan besar yang sedang berlangsung saat ini karena multifaktor, demografi, ekonomi, sosial budaya, teknologi, dan lainnya.

Perguruan tinggi swasta tidak bisa dibanding-bandingkan dengan perguruan tinggi negeri. Pemiliknya berbeda, manajemen berbeda, serta sumber daya manusianya berbeda. Serta berbagai perbedaan lainnya. Perguruan tinggi swasta mempunyai kelebihan dalam kelenturan birokrasi dalam pengambilan keputusan manajerial. Perguruan tinggi negeri mempunya sumber daya kapital yang lebih stabil dan besar. Melalui LL Dikti, Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi, pemerintah membina perguruan tinggi swasta di regional tertentu. Sehingga perguruan tinggi swasta dapat mengembangkan diri menjadi lebih baik. Adapun perguruan tinggi swasta yang ada pada kondisi kritis, dianjurkan untuk merger dengan perguruan tinggin swasta lainnya. Pada kasus di Indonesia, tidak bisa ditinggalkan adalah nasib perguruan tinggi keagamaan, yang juga eksis di berbagai kabupaten/kota baik yang berstatus swasta maupun negeri. Mereka berada dalam naungan Kementrian Agama. Mereka juga memiliki ambisi untuk berkembang membesar, menjadi universitas. Perguruan tinggi yang bertumbuh di Indonesia, tidak berkorelasi dengan jumlah mahasiswa. Jumlah mahasiswa menurun setiap tahun secara konsisten. Walaupun demikian dengan sistem yang ada, perguruan tinggi swasta di Indonesia juga bisa mencapai derajat akreditasi Unggul. Saat ini, menurut data Pangkalan Data Pendidikan Tinggi (PDDikti) di Indonesia terdapat 140 Perguruan tingi terakreditasi Unggul, terdiri dari PTN dan PTS.

Jumlah perguruan tinggi swasta yang banyak dan kurang berkualitas menjadi concern pemerintah, maka ada dorongan untuk diadakan penyatuan (merger) untuk merasionalkan jumlah perguruan tinggi; memberikan daya dukung optimal terhadap daya saing bangsa; meningkatkan tata kelola dan keberlanjutan penyelenggaraan pendidikan tinggi yang bermutu (laman Siaga Kemendikbud). Saat ini (21/11/2024) terdapat 4.408 perguruan tinggi di Indonesia.

Pengembangan unit bisnis menjadi pilihan. Memutar uang yang dimiliki untuk menopang kesejahteraan para pegawai. Mencari sumber-sumber pemasukan luar yang halal dan tidak mengikat. Pengembangan bisnis bukan hal yang mudah. Karena harus menempatkan orang yang tepat di jabatan yang tepat. Jika tidak, maka unit bisnis tersebut tidak akan menguntungkan, atau melambat dalam perjalanan menuju kesuksesan. Perguruan tinggi harus lincah dalam menjalankan unit bisnisnya sehingga mampu menopang kemakmuran warganya. Pengembangan unit bisnis dengan menggandeng berbagai pihak yang bisa diajak berkolaborasi, baik pemerintah, dunia usaha, maupun dunia industri. Perguruan tinggi memiliki riset-riset, baik pada jenjang sarjana, magister, maupun doctoral. Perguruan tinggi berkualitas akan tercermin dari riset-riset yang dilakukannya, bisa dikembangkan menjadi sesuatu yang menghasilkan kapital. Walaupun ini merupakan jalan panjang yang harus ditempuh. Sebagai contoh, perguruan tinggi sekelas Universitas Airlangga, untuk membuat hilirisasi riset cangkang kapsul berbahan baku rumput laut, memerlukan beberapa tahapan sehingga bisa menghasilkan produk berupa sebagai bagian dari teaching industry (Kompas.id, 1/8/2019).

Perguruan tinggi perlu berkualitas. Maka penjaminan mutu menjadi tulang punggung kegiatan. Dosen harus memiliki kualifikasi yang sesuai dengan ketentuan. Jika tidak, maka akan ada demosi atau degradasi menjadi dosen tidak tetap atau menjadi karyawan/tenaga kependidikan. Lembaga penyelenggara akreditasi berperan penting dalam proses tersebut. Program studi yang unggul akan bercita-cita untuk memperoleh keunggulan lebih. Menyasar sistem akreditasi yang diadakan oleh lembaga-lembaga internasional. Biaya akreditasi internasional lumayan besar, memerlukan biaya persiapan, biaya visitasi, dan biaya pendaftaran serta berbagai biaya-biaya tambahan lainnya. Merekrut dosen berkualitas memerlukan effort yang luar biasa. Karena sebagai sumber daya manusia andal, mereka berpendidikan tinggi, dan menempuh pendidikan di berbagai perguruan tinggi ternama di dalam dan luar negeri. Bagaimana caranya agar mereka bisa betah di perguruan tinggi swasta, dan dapat mengembangkan keilmuannya dengan baik serta memperoleh kesejahteraan secara fisik dan psikis. Dosen adalah sumber daya utama dalam pendidikan tinggi. Mereka mempunyai kewajiban dalam mengajar, meneliti, dan melakukan kegiatan pengabdian kepada masyarakat. Dosen berkualitas selalu meningkatkan keterampilan dalam profesionalitasnya. Karena jika tidak, ia akan menjadi "prasasti". Tahun-tahun ini, membuat makalah, tugas, paper, skripsi, maupun tesis sarjana dipermudah dengan berkembangnya teknologi kecerdasan buatan generatif. Maka dosen-dosen kekinian harus memutar kepala dalam mengajar, supaya dapat menjadikan peserta didik belajar/membelajarkan sesuai dengan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi. Mahasiswa dalam idealisasi dosen saat ini berbeda dengan masa lalu. Pada masa 1990-an, dosen memiliki buku babon, dan mahasiswa mencatat apa yang dijelaskan. Mahasiswa membeli buku dan meminjam buku ke perpustakaan. Mahasiswa sekarang memiliki buku catatan yang minimalis. Jika tidak diatur, mereka menulis menggunakan aplikasi di telepons seluler, memotret slide presentasi dosen, dan jarang menulis tangan. Tulisan tangannya buruk, karena jarang dipakai.

Kurikulum adalah inti dari perkuliahan. Kurikulum adalah pusat yang diperdagangkan. Jasa yang diperjualbelikan. Kurikulum perguruan tinggi harus memiliki daya jual, memiliki daya saing, memiliki daya adaptasi dengan perkembangan kekinian. Maka dosen pejabat struktural harus memperhatikan hal ini dengan sebaik-baiknya. Merancang kurikulum program studi yang memberikan keterampilan-keterampilan nyata bagi mahasiswa, bukan sekedar menara gading. Bukan sekedar konsep-konsep yang tidak mampu diterapkan di kenyataan. Perguruan tinggi swasta seperti yang dimiliki oleh Muhammadiyah -- Aisyiyah, harus memiliki kurikulum yang inovatif. Dengan dukungan insan-insan kreatif dari dosen, pejabat struktural, maupun tenaga kependidikan. Maka di dunia perguruan tinggi berkembang konsep yang diyakini menjembatani lembaga pendidikan dengan industri, outcome based education. Sudah tidak ada tempat bagi dosen yang mengajar tanpa persiapan, mengajar hanya dengan ceramah (lecturing).

Kurikulum program studi harus memberikan keterampilan-keterampilan (skills) yang benar-benar dimiliki mahasiswa, kalau perlu dapat diujikan dan ada sertifikat pembuktiannya, semisal dari lembaga sertifikasi profesi dengan otorisasi dari badan standar nasional profesi republik Indonesia. Kurikulum harus fleksibel. Untuk itu formulasi kurikulum harus dibuat dengan perhitungan yang cermat. Misalnya pada tahun pertama dan kedua perkuliahan, diberikan dasar-dasar keilmuan. Jika pada program studi Pendidikan Ekonomi, maka matakuliah-matakuliah yang diberikan adalah tentang dasar-dasar ilmu pendidikan dan dasar-dasar ilmu ekonomi. Kemudian, pada pada tahun ketiga dan keempat, mahasiswa mempelajari berbagai penerapan dari ilmu pendidikan dan ilmu ekonomi. Dimungkinkan untuk belajar di luar program studinya, baik di program studi lainnya di dalam dan di luar perguruan tinggi, atau melaksanakan perkuliahan dalam bentuk pemagangan di dunia usaha dan dunia industri.

Program studi perlu membuat pusat keunggulan (center of excellence) sebagai daya pikat bagi calon mahasiswa di program studinya. Ada dua jenis pusat keunggulan, yaitu di dalam kurikulum dan di luar kurikulum. Kegiatan di luar kurikulum akan dihargai dengan skpi, surat keterangan pendamping ijasah. Sedangkan kegiatan pusat keunggulan di dalam kurikulum dihasilkan dengan kolaborasi dengan pemangku kepentingan lainnya baik dunia usaha, dunia industri, pemerintah baik di dalam dan luar negeri. Universitas Muhammadiyah Malang, dapat menjadi contoh bagaimana perguruan tinggi mengembangkan pusat keunggulan yang menyiapkan para mahasiswa dan alumninya untuk menuju pekerjaan masa depan. Selayaknya bagi perguruan tinggi Muhammadiyah dan Aisyiyah, serta perguruan tinggi swasta lainnya, untuk belajar dari Malang. Menjadi wadah pembinaan generasi muda yang siap bersaing di dunia kerja masa kini dan masa depan. Mengedepankan kolaborasi dan koordinasi untuk mencapai kemajuan, dan mengurangi ego masing-masing perguruan tinggi demi kecerahan masa depan mahasiswa yang dididik.

Mahasiswa sebagai penerus bangsa, perlu memiliki keterampilan-keterampilan kasar dan halus, untuk bisa bersaing di masa depan. Perguruan tinggi swasta harus memberikan kenyamanan bagi calon mahasiswa. Nyaman dalam belajar dan bersosialisasi. Kampus harus menjadi tempat bagi pengembangan berbagai potensi diri yang dimiliki oleh mahasiswa, secara akademik dan non-akademik. Dosen dan tenaga kependidikan harus berfungsi sebagai scaffolding bagi pengembangan potensi mahasiswa, demikian jika menyitir teorinya Vygotsky. Beberapa kasus di suratkabar menyiratkan kesehatan mental menjadi salah satu gejala yang muncul di pendidikan tinggi. Pengelola perguruan tinggi perlu memahami bagaimana kondisi kesehatan mental mahasiswa jaman sekarang, sebagai bagian dari Generasi Z. Kampus harus menjadi tempat yang aman dan nyaman bagi aktifitas akademik dan non-akademik bagi mahasiswa. Mas Menteri adalah pelopor dalam mengangkat konsep Tiga Dosa Besar Pendidikan. Hal yang tidak boleh ada di lingkungan pendidikan. Perundungan, Kekerasan Seksual dan Intoleransi. Perguruan tinggi bertanggung jawab terhadap mahasiswanya di dalam lingkungan kampus. Menjaga nilai-nilai tradisi yang baik dan menyampaikan nilai-nilai kemodernan yang lebih baik.

Jakarta, 21 November 2024

(Dekan FKIP Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka)

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline