Lihat ke Halaman Asli

Giwangkara7

Perjalanan menuju keabadian

Suara Tan Malaka dari Penjara

Diperbarui: 14 Juni 2024   14:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: dokumen pribadi penulis

Helen Jarvis menulis buku berjudul Suara Tan Malaka dari Penjara ke Penjara diterbitkan oleh Komunitas Bambu pada Juni 2021. Buku tersebut adalah buku terjemahan yang edisi aslinya berbahasa Inggris. Penerjemahnya adalah Aditya Pratama. Buku setebal 133 halaman plus xxvi halaman berisi kajian ilmiah tentang Naskah Dari Penjara Ke Penjara yang telah diteliti Jarvis selama 12 tahun, dengan metode penelitian lapangan dan analisis dokumen. Isinya terstruktur secara baik mulai dari struktur naskah, gaya penulisan dan langgam bahasa, didaktisme dalam Dari Penjara ke Penjara, Petualangan dan Mitos Pacar Merah. Laporan Pribadi, Signifikansi Buku, Penulis Naskah, Penilaian Ulang dan Kesimpulan. Ditambah dengan Catatan Tambahan dan Indeks membuat buku terjemahan ini sangat terjaga mutunya, dan penerjemahan dari Aditya Pratama juga patut diacungi jempol.

Helen Jarvis adalah memiliki kewarganegaraan Australia dan Kamboja, mempelajari Ilmu Politik dan Bahasa Indonesia di Australia National University. Buku ini bukan hasil renungan, tetapi sebuah hasil penelitian yang objektif dan ekstensif tentang Tan Malaka yang berawal dari pembahasan otobiografinya.

Tan Malaka adalah Pahlawan Nasional yang mempunyai dinamika kehidupan yang cukup menarik dibahas oleh para ilmuwan baik lokal maupun internasional, karena pilihan jalan hidupnya yang berdinamika, serta petualangannya ke berbagai belahan dunia dengan keyakinan ideologisnya.

Tan Malaka memiliki pengalaman intelektual Barat setelah menempuh pendidikan calon guru di Belanda. Bapak Republik Indonesia ini mempunyai literasi yang cukup tinggi. Melahap buku dan keinginan untukn meluangkan tulisan telah menjadi bagian dari riwayat hidupnya. Otobiografi ini cukup unik, karena lebih mengedepankan gagasan dan cerita selain dari dirinya sendiri.

Kisah hidup berdiaspora ke Belanda, Rusia, Hong Kong, China, Uni Soviet, Filipina, dan Singapura karena pemikiran politiknya yang disegani bahkan ditakuti oleh Belanda pada masa penjajahan, bahkan oleh sesama pejuang kemerdekaan, karena memiliki perspektif yang berbeda dalam berkomuikasi dengan penjajan Belanda dan Jepang. Tan Malaka hidup dimasa gagasan-gagasan Komunisme Internasional mengemuka, dan menjadi bagian dari itu. Tan Malaka hidup dengan beragam budaya seperti budaya Minangkabau sebagai asalnya, budaya Indonesia dan budaya Barat yang menjadi bagian langsung dari kepribadiannya.

Otobiografi ini sedikit sekali menceritakan kehidupan pribadinya. Hanya disebutkan bahwa ia tidak minum kopi, hanya air hangat dan atau air teh hangat. Demikian pula hubungannya dengan Perempuan, dikatakan bahwa ia telah jatuh cinta pada Revolusi Indonesia, sehingga melupakan romantisme terhadap lawan jenis. Barang pribadi yang selalu melekat padanya adalah tas berisi buku dan sepasang pakaian ganti. Ketika bekerja di tambang batu bara di Bayah, Banten, ia lebih senang menikmati pantai daripada bergaul dengan yang lain. Namun ia juga piawai dalam sepak bola, biasanya tidak memakai sepatu. Tan Malaka banyak digambarkan sebagai introvert daripada sebagai seorang ekstrovert. 

Tan Malaka adalah produk budaya hibrid, dari langgam bahasanya pada Dari Penjara ke Penjara, terlihat bahwa ada pengaruh budaya Minang, budaya bangsa Indonesia, maupun Budaya Eropa tempat ia menempuh pendidikan akademiknya selama lima tahun.

Tan Malaka adalah seorang guru dan aktifis. Karena ia lulusan sekolah guru di Belanda. Aktifis karena mempunyai kemampuan untuk menggerakkan orang dengan tulisan dan aktifitas. Tercatat ada beberapa organisasi yang dia buat, walaupun dia sendiri tidak memimpinnya. Kemampuan mendidiknya dia terapkan dalam kehidupannya.

Bagi para pembelajar penerus bangsa, kisah Tan Malaka sebagai Bapak Republik Indonesia dan Pahlawan Nasional dapat memperkaya visi tentang para tokoh pendiri bangsa. Untuk menjadi Indonesia terdapat berbagai pendapat dari para tokoh. Para tokoh sebenarnya memiliki visa yang sama yaitu Kemerdekaan Indonesia. Tetapi mereka memiliki berbagai pendapat bagaimana mempertahankan negara muda tersebut, ada yang berhaluan sosialis, nasionalis, Islamis, marxis, dan sebagainya. Belum lagi Upaya-upaya dari kolonialis Belanda yang ingin kembali menjajah Indonesia. Maka pada saat itu kawan bisa menjadi lawan, karena beda pendapat pada suatu hal. Yang konsisten dari Tan Malaka adalah penjara, ia menjadi orang yang dimusuhi Belanda, bahkan oleh Orde Lama karena pandangan-pandangan politiknya. Tan Malaka sangat konsisten dengan semangat perjuangan revolusi, tidak kompromi dan tidak negosiasi.

Sekolah di Sekolah Guru, ketika menjadi guru di Hindia Belanda, Tan Malaka merasa bahwa adanya perbedaan status yang membuatnya tidak bisa setara dengan guru berkebangsaan Belanda karena warna kulitnya berbeda. Bahkan jika ia lebih pintar. Walaupun demikian dalam tulisan-tulisannya Tan Malaka membedakan antara politik dan perilaku individual. Ia menghargai manusia yang berbeda, walaupun mereka Eropa, tetapi secara politik ia membenci kolonialisme dan imperialisme. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline