Lihat ke Halaman Asli

Giwangkara7

Perjalanan menuju keabadian

Puasa Anti Mainstream

Diperbarui: 2 April 2023   07:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kisah Untuk Ramadan. Sumber ilustrasi: PAXELS

Puasa anti ngabuburit. Ngabuburit adalah istilah dari bahasa Sunda yang sudah menasional. Beraktifitas menunggu waktu burit/terbenamnya matahari. Biasanya anak-anak melakukan kegiatan bermain bersama di halaman rumah. Jaman sekarang keliling kompleks mencari bahan makanan berbuka. Dengan menggunakan sepeda motor. Atau belanja mata, melihat-lihat pameran, bazzar, pasar kaget, pasar tumpah, dan kreasi lainnya yang merupakan penyaluran hasrat keinginan ekonomis, daripada sekedar kebutuhan. Pada pelajaran Ilmu Ekonomi dijelaskan bahwa kebutuhan manusia itu terbatas, tetapi keinginan manusia... tidak ada batasnya.

Puasa anti mengurangi jam kerja. Pada bulan Ramadan, tempat kerja mengurangi jam kerja. Dengan alasan agar bisa lebih khidmat dalam berpuasa. Disisi lain, orang-orang fakir miskin tidak punya jam kerja. Mereka terus menerus bekerja untuk memenuhi kebutuhan dasarnya. Jadi, sebagai pandangan anti mainstream, ketika puasa, semestinya ritme kerja tetap seperti biasa. Dengan demikian kelelahan dan kelaparan kita menjadi sangat maksimal.

Tetap saja kita tidak mampu merasakan atau berempati seperti mereka yang betul-betul banting tulang untuk mencari nafkah. Beberapa pekerja lapangan yang sangat memerlukan olah fisik, masih berpuasa. Beberapa lagi terpaksa tidak berpuasa. Karena pekerjaan mereka sangat berhubungan dengan tenaga fisik. Mereka mempunyai kesempatan untuk mengganti puasanya di lain waktu. Karena sebenarnya mereka masih mampu secara fisik untuk berpuasa. 

Puasa ini punya-Ku, dan Aku -lah yang akan membalas (kebaikan) berpuasa. Demikian agama menyatakan. Karakteristik seseorang berpuasa atau tidak akan dikembalikan kepada diri sendiri. Karena kejujuran adalah pangkal utama berpuasa. Jujur pada diri sendiri. Saat ini, bisa saja kita berpuasa tetapi dengan sengaja menonton film yang ada adegan tertentu, atau membaca media sosial tertentu, sehingga sikap tidak taat ajaran Allah akan sekejap muncul dalam fikiran anak manusia.

Istilah anti mainstream popular di kalangan anak muda, antara lain pada komik Faza Meong. Tokoh si Juki digambarkan sebagai anak muda yang anti mainstream. Tidak mau biasa-biasa saja. Sehingga menceritakan kekonyolan-kekonyolan khas anak muda perkotaan, dalam hal ini orang Betawi.

Misalnya pada tokoh Pocong Pinky. Menjadi anti mainstream adalah suatu kekritisan, yang harus dijaga untuk sebuah keseimbangan. Pada satu diskusi kelompok misalnya, agar semua aktif, maka ada satu pihak yang berperan sebagai devil's advocate. Mencari-cari aspek mana yang perlu dikritisi dari persoalan yang dibahas. Sehingga hasil pembahasan kelompok akan menjadi lebih bernas.

Puasa anti buka bersama di mall. Di Mall, sejak jam empat sore, beberapa kelompok konsumen sudah menge-tag meja tertentu. Menunggu waktu berbuka. Memesan berbagai makanan. Makanan yang istimewa. Minuman yang istimewa. Kita pernah, atau sering melakukan kegiatan ini. Makan bersama keluarga di mall adalah budaya populer. Anti mainstream-nya bisa jadi buka bersama dengan kaum miskin. Makan makanan yang sama dengan kaum miskin. Hal ini jarang dilakukan oleh masyarakat. Makan bersama kaum mustadhafiin, tanpa perlu publikasi di media sosial kita.

Menjadi kaum papa di kota besar, pada momen buka bersama, mendapat previlege untuk diajak buka bersama dengan kaum the have. Diantar jemput atau diberikan fasilitas ongkos transportasi. Kemudian mendapatkan bingkisan atau angpao. Serta difoto bersama kaum the have untuk konsumsi media sosial mereka. Setelah itu dilupakan. Tapi itu lebih baik daripada dilupakan sama sekali, sehingga memunculkan disparitas di masyarakat yang semakin dalam. Kaum papa minta dikasihani adalah wajar, yang anti mainstream adalah kaum papa yang tidak mau dikasihani, lalu berusaha berbagai cara (yang halal) untuk mendapatkan rezeki dengan usahanya sendiri.

Disparitas ekonomi di Jakarta memang tampak. Disini di ibukota negara, jika anda pandai berjelajah, akan menemukan harga makan siang yang beragam, sejak sepuluh ribu rupiah sampai ratusan ribu rupiah pada sepiring nasi dan lauknya. Ini adalah kota yang menawarkan beragam kehidupan. Sebuah kota yang menjerit bising dan terus berbenah untuk menjadi lebih baik. Ini adalah kota berbagai mimpi. Seseorang bisa menjadi lebih baik dengan bekerja keras di Ibukota ini.

Puasa adalah momen untuk empati. Merasakan bagaimana yang dilaksanakan oleh kaum papa. Mereka yang serba kekurangan dalam keseharian, sehingga makan sehari saja harus dengan perjuangan. Makan hari ini, belum tentu besok bisa makan. 

Makan masih pada kuantitas, belum memikirkan kualitas makanan. Kaum miskin berpuasa sepanjang tahun. Kaum berpunya seperti kita hanya berpuasa satu bulan. Itupun juga dengan sekedar 'memindahkan waktu makan'. Kita masih asyik menyiapkan berbagai kudapan dan teman nasi yang berlebih-lebihan saat berbuka dan tidak ketinggalan bersahur. Kaum tak berpunya tidak bersahur, dan menjalani hari-hari dengan kelaparan yang entah kapan akan mendapatkan makanan untuk dimakan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline