Lihat ke Halaman Asli

Giwangkara7

Perjalanan menuju keabadian

Perang Proksi dan Clickbait

Diperbarui: 24 Desember 2021   10:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Saat ini kita bisa mengakses berbagai informasi dengan mudah. Informasi yang dibutuhkan, tidak dibutuhkan, ataupun informasi sesuai keinginan kita. Misalnya kita mau ekspor Indonesia gagal. Tinggal tulis di Mesin Pencarian "ekspor Indonesia gagal" maka ekspor Indonesia merupakan kegagalan.... Muncul berbagai jenis berita artikel, gambar, maupun videonya. 

Menjadi pembaca yang cerdas, bukan pemalas. Itulah poin penting untuk selalu waras. Kecenderungan berita miring tentang China biasanya bersumber atau mengutip dari berbagai sumber Barat dan afiliasinya. Sesuatu yang tidak penting, tapi dianggap penting oleh mereka. 

Click bait adalah fenomena lainnya yang juga mengaduk aduk emosi pembaca pemalas. Berita terkait hal kontroversi atau remeh, berasal dari publik figur atau siapa saja. Tujuannya untuk meningkatkan kunjungan ke situs tersebut. 

Perlu diketahui penting itu apa, dan mengapa. Rasa penasaran akan melalaikan. Menghilangkan waktu produktif hidup di dunia. 

Penting untuk mengajarkan generasi tentang literasi jurnalistik. Tidak semua jenis berita saat ini bisa diverifikasi kebenarannya. Setiap berita bisa dipantau apakah itu benar atau salah. Berita atau opini. Profesi wartawan daring saat ini sangat krusial. Tapi pertanggungjawaban jurnalistik nya sangat dipertanyakan. Karena konsep click bait, maupun netralitas lembaganya. 

Belum lagi para pendengung (buzzer) yang membanjiri pemberitaan dengan tujuan mereka. Sehingga kebenaran seperti kesalahan, dan kesalahan jadi seperti kebenaran. 

Perang Proksi antara negara negara adidaya akan memunculkan korban. Mereka adalah negara-negara lemah yang tidak memiliki banyak sumberdaya dalam mempengaruhi opini publik di level lokal dan global.

Bagaimana demokrasi yang benar? Tentu saja adalah versi yang menguntungkan Barat. Menurut mereka. Padahal yang namanya fenomena sosial itu terikat ruang dan waktu. Tidak pernah ada duplikasi. Yang ada adalah historisitas wacana tersebut di komunitasnya. Seharusnya semakin tinggi tingkat pendidikan, maka semakin literatte seseorang pada semua hal. Praktek nya tidak sesuai teori. Banyak intelektual sibuk meneruskan kabar bohong di grup WA. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline