Lihat ke Halaman Asli

Giwangkara7

Perjalanan menuju keabadian

Puasa dan Mindset Tumbuh

Diperbarui: 30 April 2020   08:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kisah Untuk Ramadan. Sumber ilustrasi: PAXELS

Bagaimanakah anda menghadapi kegagalan? ketika anda ujian tengah semester, dapat nilai C+, telepon ke teman dekat, mau "curhat" ditolak, karena lagi sibuk. 

Pulang ke rumah, ternyata rumah terkunci, adik dan orang tua lagi "kondangan". Akhirnya pulang lagi ke kampus, eh di jalan sepeda motornya mogok, selidik punya selidik ternyata lupa isi bensin. 

Apakah ini akhir dunia? apakah anda mengutuki nasib diri anda sebagai orang bodoh, sebagai orang sial. Jika demikian maka anda termasuk orang dengan mindset tetap menurut Carol S. Dweck yang bukunya lagi saya baca ini.

Kalau kita selidiki, kemana perginya si jenius di SD, SMP dan SMA, serta S1 ternyata di kenyataan banyak yang menjadi orang biasa. Lalu siapa yang menjadi orang top di bisnis, senator, pemerintahan, penemu teknologi, industri, peraih nobel, penemu Apple dan sebagainya. 

Ternyata mereka diketahui memiliki kecerdasan biasa-biasa saja. Bahkan beberapa diantara mereka diketahui pernah divonis bodoh oleh gurunya, atau tidak naik kelas.

Hal itu terjadi karena adanya mindset yang tumbuh. Menyadari adanya kesalahan, kegagalan, lalu terus menerus berusaha memperbaikinya menjadi lebih baik, dan lebih baik lagi. Akhirnya mereka bisa melampaui mereka yang ber IQ tinggi, tapi memiliki mindset yang tetap.

Maka, dengan mindset tumbuh ini seseorang bisa melejit dalam suatu bidang, pada usia yang tidak muda lagi, mungkin di usia pensiun. Mereka menemukan passion untuk bidang yang berbeda dengan bidang pekerjaan formal semasa aktif sebagai angkatan kerja. 

Cerita penemu Alghozi FightCovid19.id juga senada. Berkali-kali berbuat dan gagal, lalu mencoba dan terus mencoba akhirnya berujung indah, tidak tergiur proyek 4,6 trilyun. Menjadi muda dan bermanfaat, dan semoga mindset tumbuhnya berhenti karena iming-iming kemapanan.

Berpuasa juga adalah upaya, untuk mendaur ulang mindset kita. Agar kita tidak settle dalam kemapanan. Mengingatkan bahwa Tuhan kita, Allah SWT telah mencoba hamba-hambanya dengan rasa haus dan lapar, setiap hari. 

Mbok ya yang sudah mapan juga harus merasakan, tidak hanya sekedar simpati semata. Setelah berpuasa, bila mindset kita bertumbuh, kita akan menjadi hamba yang baru.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline