Lihat ke Halaman Asli

Giwangkara7

Perjalanan menuju keabadian

Kerja di Rumah karena Kebijakan Isolasi

Diperbarui: 17 Maret 2020   17:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Image by Lukas Bieri from Pixabay

Pada minggu ini, sejak tanggal 17 Maret 2020. Terpaksa kerja dari rumah. Mengikuti ketentuan yang dibuat oleh pimpinan. Pekerjaan-pekerjaan dilaksanakan secara daring. Tentu saja ini menjadi tantangan bagi para pemangku kepentingan. 

Bagi yang bekerja di dunia pendidikan, kelas daring menjadi pilihan. Beberapa penyedia layanan belajar daring mengemuka. Gratisan maupun berbayar. Penyedia "les daring" juga berpartisipasi dalam hal ini. menggratiskan layanannya pada kurun waktu tertentu.

Learning Management System berbasis Moodle, pada sejatinya banyak digunakan oleh beragam pemangku kepentingan pendidikan di berbagai perguruan tinggi terkemuka di Indonesia. Adapula schoology yang juga memiliki fitur-fitur yang mudah digunakan. perguruan tinggi yang lebih siap, akan lebih seragam alat yang dipakainya. kalau sangat beragam, berarti sistem pembelajaran daringnya bisa jadi belum terbakukan.

Salahsatu kendala dari bekerja di rumah, seperti juga kantor virtual, adalah adanya kebebasan dalam waktu bekerja. Jika tidak diatur dalam jadwal yang rapih, maka akan mengurangi moril dalam bekerja. 

Seperti seorang lulusan Jerman, bekerja sebagai konsultan, setiap hari kerjanya hanya mengantar anaknya sekolah. Sehingga ditawarkan bekerja oleh Pak RT di lingkungannya. Di dunia yang serba terhubung ini, akan ada banyak hal yang tidak dipahami oleh umum. 

Kerja di rumah, beririsan dengan anak-anak yang belajar di rumah. Akibatnya rumah menjadi lebih meriah. Sebentar-sebentar sang Ibu menyapu, membereskan barang-barang dan menyiapkan makanan. Terjadi kompromi antara main gim internet dengan belajar. Baik belajar mandiri maupun belajar yang diatur oleh pihak sekolah/guru. 

Ini hari pertama. Semuanya masih baik-baik saja. Semoga ke depan akan lebih produktif lagi dalam bekerja di rumah. Paling tidak ada karya monumental yang dihasilkan. Melunasi hutang-hutang pekerjaan yang belum terselesaikan. 

Walaupun kerja di rumah jadi solusi. Dunia per WA an sangat dinamis. Berbagai komentar berhamburan, dari yang bernada canda, santai, setengah santai, serius, sangat serius, dogmatis, dan bahkan rasis. Tentu saja semuanya tidak perlu dikomentari. 

Hidup ini terlalu pendek untuk diisi dengan menanggapi orang yang berbeda pandangan dengan kita. Karena beda paradigma berpikir, beda bacaan, beda lingkungan sosial, beda lingkungan pergaulan, dan juga beragam hal lainnya. Sampai-sampai ada yang mensitasi ilmuwan dengan kata pengantar yang menyindir. 

Padahal ia tidak paham konteks apa yang dibicarakan. Memang, saat ini, untuk menjadi pemuka agama, harus memahami ilmu sosiologi. Jika tidak, maka akan tergagap-gagap dengan wacana yang beredar di masyarakat. Baik itu wacana daring di media sosial, maupun di masyarakat.

Kebijakan kerja di rumah secara positif mendekatkan keluarga. Ayah bisa memantau anak-anaknya belajar. Memahami betapa sibuknya ibu melakukan kegiatan multitasking dari bangun tidur sampai mau tidur lagi. Bersosialisasi dengan tetangga, yang selama ini jarang dilakukan. 

Ketika ada ketidakpastian, kita jangan larut dalam gelombang. Tetapi mulailah berpikir untuk membuat kreativitas dalam berkarya. Wassalam




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline