Lihat ke Halaman Asli

Giwangkara7

Perjalanan menuju keabadian

Menengok Pendidikan Tinggi di Manila

Diperbarui: 18 November 2018   20:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Travel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Jcomp

Manila adalah tempat bagi universitas tertua di Asia, Manila juga kota besar dengan beragam keruwetannya. Manila menyimpan sejarah dari para rajah, sultan dan datu pra penjajahan Spanyol dan Amerika Serikat. Manila adalah tempat perpaduan etnisitas sehingga membentuk bangsa Pinoy dengan beragam genetika. Ada Melayu, India, China, Spanyil, Amerika, Latin, dan sebagainya.

Saya kunjungi Manila bersama rombongan pimpinan Perguruan Tinggi Muhammadiyah dan Aisyiyah. Mengunjungi Intramuros untuk mengenali Rajah Sulaeman, penguasa Manila masa lalu, dan juga eklusifitas penjajah Spanyol di kota Manila dahulu yang membangun enclave yang terpisah dengan pribumi. 

Kini Manila adalah kota yang terkenal dengan kemacetannya. Rombongan kami yang menginap di Dusit Hotel, menempuh jarak yang cukup membuat cacing cacing perut berjaipongan, dalam perjalanan menuju rumah makan yang menyediakan makanan Indonesia otentik yaitu Warung Indo dan Pondok Selera. (foto)

Bantuan besar datang dari Atdikbud Kedutaan Besar Republik Indonesia, Dr. Lili yang memfasilitasi kerjasama dan kunjungan ke Phillipines University of Diliman, Politechnique University of Phillipines, dan Centro Escolar University. 

Phillipines University menawarkan kerjasama lebih lanjut. Disini juga ada Islamic Studies Department, tapi untuk S2 dan S3. Perkuliahan dalam Bahasa Inggris dan Bahasa Arab. 

DI intra Muros, banyak kenangan dibagikan mengenai Jose Rizal, demikian pula kami mendatangi Rizal Park di pusat kota. Baru kali ini saya merenungi betapa besarnya peran dan kecintaan Rizal terhadap Filipin. Dan Filipina terhadap Rizal yang poliglot, dan menguasai berbagai macam jenis ilmu dan aliran berkesenian. Orang yang sangat berharga dan berbahaya bagi kolonialisme, sehingga harus dihukum mati. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline