Lihat ke Halaman Asli

Giwangkara7

Perjalanan menuju keabadian

Aktifis dan Lingkar Kekuasaan

Diperbarui: 2 April 2018   13:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seorang rekan bercerita, bahwa ada demo di depan kantor ormas. Dilakukan oleh pengurus organisasi sayap mahasiswanya. Demo terjadi karena ada masalah keorganisasian. Dualisme kepemimpinan. Dualisme ini tentu saja tidak baik. Tetapi di tahun politik, keadaan ini tidak bisa dinetralisir begitu saja. Karena akan ada tangan-tangan kepentngan pihak luar yang ikut "bermain". Tentunya dengan halus. 

Mereka yang ikut bermain adalah para pemain lama. yang sudah lama berhenti di organisasi kemahasiswaan. Bergelut di politik praktis dengan berbagai sisi baik dan buruknya. Sudah mereka jalani dan menjadi mainan sehari-hari.

Maka dari itu. Apabila mahasiswa baru lulus sarjana. Atau sedang kuliah pascasarjana. Mereka memiliki impian, harapan, keinginan, masa depan, ataupun ambisi bergelut di bidang politik. Mereka akan mencari celah-celah dan berbagai kemungkinan yang ada. Seperti pada masa aku kuliah, ada mahasiswa ambisi tinggi yang bergerak cepat, cerdas, dan sedikit culas, untuk meraih ambisinya. Akhirnya sekarang sang aktifis itu menjadi legislatf tingkat provinsi. 

Menjadi aktifis adalah tangga menuju kontestasi politik. Jalan manapun yang kira-kira bisa untuk mengakttualisasikan diri. Anak muda semestinya kritis dalam semua hal, agar idealismenya bisa menjadi kenyataan. Tetapi saat berpolitik praktis, banyak anak muda yang kehilangan kekritisan. Malah menjadi pengagum yang tanpa preserve dari suatu kondisi faktual yang masih debatable di ranah demokrasi negeri.

Survei membuktikan, untuk menjadi legislatif membutuhkan dana besar. Di Amerika Serikat para politikus rata-rata kaya raya. Tidak heran jika kepentingan golongannya menjadi nomor satu. Undang-undang tentang Pengaturan Senjata Api sangat sulit disentuh. Karena dukungan para senator terhadapnya, dan dukungan pabrik senjata. Sehingga untuk membuat OPINI PUBLIK, perlu adanya DEMONSTRASI dari PELAJAR dengan jumlah JUTAAN di seantero negeri. Kalau masih tidak bergeming juga. Berarti hati nurani sudah mati di Amerika Serikat.

Di Indonesia kasusnya sepertinya sama. Berpolitik membutuhkan modal besar. Orang dengan kekayaan biasa-biasa tidak mungkin menjadi politikus, kecuali kalau engkau aktifis. Mantan aktifis mahasiswa. Walaupun tidak punya duit tetapi punya akal untuk bisa menggerakkan dan bergerak dengan berbagai sumber daya yang dimilikinya.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline