Lihat ke Halaman Asli

Giwangkara7

Perjalanan menuju keabadian

Berguru pada Para Perintis

Diperbarui: 3 Maret 2018   16:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

onsizzle.com

Ada pepatah mengatakan bahwa "keutamaan itu ada pada para pemulai/perintis. Walaupun pengikut sesudahnya berbuat lebih baik". Al fadhlu lil mubtadi... walau ahsanal muqtadi.Pepatah ini benar adanya. Pada hari jumat dan kamis ini saya belajar dari para perintis. Bagaimana memulai sesuatu. Memulai adalah pekerjaan yang susah dan tidak semua orang mampu.

Para perintis biasanya mempunyai visi yang melampaui jamannya. Mereka mampu untuk terus menerus beradaptasi dengan perubahan. Memiliki usaha yang lebih, melebihi orang biasa. Untuk itu perlu diingatkan perkataan dari Prof. Edi Suandi Hamid di pembukaan acara yang mengatakan bahwa untuk menjadi pemimpin itu tidak bisa memuaskan semua orang. Beliau adalah Rektor Universitas Widya Mataram Yogyakarta yang juga mantan Rektor Universitas Islam Indonesia. 

Berbekal dari nol. Akhirnya mereka bisa merubah sesuatu yang non profit menjadi income generating. Ilmunya adalah mluthus, ujar suhu dari Malang. Saya tidak begitu pasti aslinya apakah ngluthus, melutus, atau mluthus. Kosakata dari Malang itu artinya adalah teruslah bergerak mengalir jika ada rintangan. Mencari jalan lain.

Saya bukan native Jawa, jadi tidak tahu pasti asli katanya. Tetapi maksudnya adalah seperti itu. Untuk merintis, perlu terus menerus berusaha dan berkomunikasi dengan berbagai pihak sehingga akhirnya ditemukan jalan. Para sukseswan dan sukseswati itu ternyata tidak ada hubungannya dengan usia. Mereka yang lebih muda bisa lebih cepat maju daripada yang lebih tua. Jika yang lebih muda lebih nekad, lebih inovatif, dan lebih ambisius mencapai kemajuan daripada seniornya.

Kini tinggal memetik hasil. Tentunya dalam perjalanan waktu, banyak juga jatuh bangun dalam menapaki perintisan kerjasama internasional universitas tersebut. Modal nekad. Modal kemauan yang keras. Modal networking. Modal dukungan dari pimpinan. Modal manajemen. Semuanya diramu untuk perintisan yang baik. Setiap perguruan tinggi memiliki budaya organisasi yang berbeda, demikian pula sumber daya yang dimilikinya.

Pola kepemimpinan juga menjadi salahsatu faktor penting. Fasilitas yang ada juga bisa menjadi salah satu faktor pendukung. Misalnya memiliki asrama yang layak huni bagi para orang asing yang datang. Berkomunikasi dengan berbagai pihak adalah penting untuk membuka jalan kerjasama.

Ada lagi faktor kemampuan untuk terus menerus berubah, mengubah, memiliki banyak akal. Terus berkembang dan mengembangkan lembaga serta sumber daya yang ada di lembaganya. Tidak mencari kepentingan individu tertentu. Stay focus.Pengorbanan... pasti ada, dengan berbagai kadarnya. Kelebihan-kelebihan yang ada tidak dapat dikapitalisasikan dengan uang, upah atau gaji. 

Ketika sudah ada kemajuan. Maka arah dari non profit ke income generating bisa dimulai. Misalnya dalam mengajarkan bahasa Indonesia kepada orang asing/ekspatriat. Asalnya sebuah hibah proyek pemerintah namun akhirnya bisa dikembangkan. Salahsatu hal yang perlu saya ubah adalah paradigma bahwa fakultas atau prodi selalu tahu dan siap dengan internasionalisasi. Dalam pengalamannya masih perlu dibuatkan programnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline