Lihat ke Halaman Asli

Giwangkara7

Perjalanan menuju keabadian

Modal Sosial, Pemukim Liar, dan Pemberdayaan

Diperbarui: 24 Juni 2015   03:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Penelitian dengan variable modal sosial dan pemberdayaan muncul dari Babaei, Ahmad dan Gill (2012) yang menggunakan metode kuantitatif untuk mengukur pengaruh tipe modal sosial (bonding, bridging, dan linking) terhadap pemberdayaan pada penghuni pemukiman liar di kota Teheran, Iran. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan dari tipe modal sosial (bonding, bridging, dan linking) terhadap pemberdayaan pada penghuni pemukiman liar. Bonding modal sosial memiliki koefisien beta yang paling besar dibanding dengan dimensi modal sosial lainnya (bridging dan linking), hal itu berarti bahwa bonding social capital merupakan predictor pemberdayaan yang paling signifikan bagi para pemukim liar sekitar Teheran.

Pemukiman liar sudah menjadi masalah dunia modern. Diprediksi lebih dari 50% penduduk tinggal di perkotaan di Asia pada tahun 2015. Menurut data dari lembaga Perserikatan Bangsa-Bangsa (UN-Habitat) menunjukkan bahwa sekitar 32% penduduk kota dunia, atau sekitar satu milyar orang, tinggal di daerah-daerah kumuh perkotaan.

Berarti bahwa pemberdayaan bagi pemukim liar akan berhasil dengan baik apabila bonding social capitalnya kuat. Apabila ikatan kuat dalam satu komunitasnya tinggi, maka kegiatan pemberdayaan akan lebih berhasil dilaksanakan di komunitas tersebut.

Bonding adalah ikatan internal di dalam komunitas yang memiliki kesamaan-kesamaan sebagai pengikat. Bridging dimaksudkan sebagai ikatan yang lebih longgar dengan orang-orang dari komunitas yang berbeda (di luar komunitas dalam kelompok sendiri). Misalnya hubungan dengan yang berbeda secara etnis, kasta, ras, agama, budaya, atau klasifikasi sosial lainnya. Sedangkan linking adalah hubungan dengan orang atau lembaga yang memiliki otoritas atau pengaruh yang lebih tinggi. Jika bonding dan linking adalah horizontal, maka linking bersifat vertikal. Bonding atau ikatan yang kuat dalam komunitas, bisa jadi berdampak positif. Hal ini terjadi misalnya pada kelompok geng atau mafia yang menekan pada anggota komunitas untuk tunduk pada aturan dalam kelompoknya.

Penghuni liar di Jakarta bisa dibaca dengan teori modal sosial ini. Baru-baru saja ada berita tentang penghuni waduk pluit yang harus tergusur dari rumahnya. Mereka memang menempati tanah milik negara, sehingga tidak ada alas an untuk tidak meninggalkan tempat tersebut, ketika pemilik tanah ingin menggunakan tanahnya. Mereka memiliki bonding modal sosial yang kuat, ikatan kuat sebagai penghuni komunitas, bersama melakukan tawar menawar dengan pemilik tanah (baca Pemda DKI) yang telah berbaik hati menyediakan rumah susun (bagi yang kebagian). Linking terjadi pula di komunitas ini, antara lain dengan para pihak yang berkepentingan misalnya lembaga swadaya masyarakat, pemilik kos-kosan yang merasa terganggu roda bisnisnya, atau tokoh politik lokal yang sedang mencari popularitas untuk Pemilu Indonesia di 2014.

Sumber bacaan : Babaei, H., Ahmad, N., & Gill, S. S. (2012) “Bonding, Bridging and Linking Social Capital and Empowerment Among Squatter Settlements in Tehran, Iran”. In World Applied Sciences Journal 17 (1): 119-126, 2012

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline