Lihat ke Halaman Asli

Giwangkara7

Perjalanan menuju keabadian

Mik di Pembelajaran Kelas dan Sendjata Pengandjoer

Diperbarui: 24 Juni 2015   23:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13498165982059979334

Guru bisa dikatakan sebagai penganjur, karena dalam salah satu perannya memberikan anjuran kepada siswa agar menjadi anak yang berperilaku baik, rajin belajar, patuh kepada orangtua, senantiasa belajar untuk meraih nilai yang terbaik dan berbagai anjuran lainnya. Selain memiliki kemampuan untuk mengajarkan materi ajar, kemampuan memberikan motivasi kepada siswa juga penting, sebagai penganjur. Guru jaman sekarang harus memiliki kemampuan untuk memahami kejiwaan (psikologis) dan pergaulan (sosiologis) peserta didik dibarengi dengan kemampuan untuk memberikan teladan bagi mereka. Dengan demikian maka keberhasilan pembelajaran akan lebih mudah dicapai.

Sendjata Pengandjoer dan Pemimpin Islam merupakan judul sebuah buku karangan K.H. Raden Zainuddin Fannani, salah seorang dari tiga serangkai pendiri Pondok Modern Darussalam Gontor yang terkenal itu. Buku tersebut telah terbit sejak tahun 1937 dan mengalami beberapa kali cetak ulang. Mungkin termasuk best seller di jamannya. Dari judul buku itu, maka muncullah judul artikel ini. Kiprah sang kakek yang menjadi kader umat Islam, kader Muhammadiyah, pejabat birokrat Kementrian Agama cukup fenomenal. Saat ini seorang cucunya, Anggota DPR dari PPP, mendirikan lembaga Fananie Center sejak tahun 2009 dengan termotivasi oleh ‘ideologi’ sang kakek.

gambar : www.longislandpress.com

Kembali ke topik utama, Guru sebagai penganjur memiliki beberapa senjata penting dalam pembelajaran yang dilakukan di kelas. Guru harus membuat persiapan mengajar, karena dengan adanya persiapan maka setengah dari keberhasilan telah tercapai. Guru harus serius mengajar, melupakan semua permasalahan pribadi di rumah ataupun lingkungan, bersemangat, dan memotifasi. Kelas sebagai ‘medan perang’ bagi guru perlu dikuasai dengan baik dan benar. Guru harus mengenal siswa/mahasiswanya secara baik. Mampu berkomunikasi dengan menarik, serta bersifat humanis, sosok manusia seutuhnya. Walaupun dia berupaya menjadi teladan, namun tidak malu untuk mengakui kesalahan atau kekurangannya sebagai manusia biasa. Karena kalau terlalu ‘jaim’ (jaga image) maka terkesan sebagai guru yang muna (fik).

Kelas sebagai ‘medan perang’ proses pembelajaran perlu dikondisikan dengan baik, dengan guru sebagai sutradara sekaligus pengarah laku dan aktor utama. Pada beberapa skenario pembelajaran, selain menjadi sutradara guru juga menjadi peran pendamping, dengan siswa/mahasiswa sebagai peran utama. Media dan bahan pembelajaran dipersiapkan. Biasanya adalah papan tulis, kapur tulis, spidol, papan whiteboard, beragam alat peraga, dank arena kita hidup di jaman digital maka perlu pula ditambahkan sebagai senjata beberapa perangkat elektronik seperti: computer, sambungan internet, LCD Proyektor, Sound System, dan juga Microphone atawa pengeras suara. Mungkin tidak semua kelas di sekolah – sekolah kita mampu untuk melengkapi kelas seperti itu.

Berkaca dari pengamatan di sekolah anak, yang sekarang duduk di kelas satu Sekolah Dasar di Wuhan, China, saya melihat bahwa penggunaan mik (microphone) sebagai alat bantu pengajaran sudah melekat menjadi salahsatu perangkat pembelajaran di kelas. Mik telah digunakan sejak di kelas satu. Mungkin untuk menarik perhatian siswa yang suka ribut (!?), atau sebab lainnya. Bandingkan dengan sebuah sekolah SMA Negeri di Jakarta, yang mana saya pada tahun 2011 lalu pernah mampir ke kelasnya, perangkat pembelajaran belum di stel secara lengkap, sesuai dengan kebutuhan jaman serba teknologi ini. Mungkin ini Cuma sample kecil secara pribadi, tidak mewakili profil sekolah di Jakarta pada umumnya. Tetapi saya berharap, dengan kemajuan teknologi seperti sekarang ini, sekolah – sekolah harus berbenah diri melengkapi sarana pembelajarannya. Komite Sekolah perlu urun rembug memberdayakan sekolah jangan Cuma jadi pelengkap saja ;) .

Akhir kata, tulisan ini ingin mensosialisasikan penggunaan mik di kelas, sebagai salah satu alat penarik perhatian agar siswa lebih fokus belajar. Daripada dana BOS digunakan untuk lain – lainnya…. Selamat pagi

Wuhan, 2012/10/10

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline