Di kerumunan ribuan taksi Jakarta, kemarin saya temukan juga taksi Baladewa. Sopirnya yang masih usia tigapuluhan selalu memutar lagu-lagu Dewa, terutama yang dia sukai adalah pada masa vokalisnya Arie Lasso. Menerobos siang Jakarta yang panas dingin, karena di satu bagian turun hujan, di bagian lainnya kering kerontang. Sang sopir bercerita bahwa ia penggemar Dewa sejati, sejak album pertama sampai terakhir selalu membeli kaset/CD nya.
Sampai kini ia masih terkagum-kagum dengan Ahmad Dhani, yang bisa terus eksis di dunia musik. Ia menyayangkan kenapa Dewa 19 kini vakum bahkan seperti bubar. Di sela kesibukannya ia bilang belum sholat dzhuhur, saya tawarkan bagaimana kalau mampir dulu di kampus untuk sholat ashar plus dzhuhur yang ia tinggalkan tadi. Di jama' takhir saja... Wuah malu mas... katanya. Saya jadi berpikir, mungkin perlu juga strategi dakwah baru di Jakarta ini, dengan menyediakan masjid atau mushola yang "ramah" sopir taksi dan juga motoris. Karena bisa jadi mereka itu ingin melaksanakan sholat wajib, tetapi terkendala dengan keamanan kendaraannya dan juga rasa kurang diterima atau malu, bila masuk ke lingkungan masjid mushola.
Mungkin ini hanya kasuistik, tetapi pola dakwah modern memang perlu terus dikembangkan. Seperti juga pemberdayaan zakat, infak, shodaqoh, wakaf dan lainnya yang terus berinovasi. Pola dakwah yang hanya verbalisme sudah kebanyakan dilakukan. Yang diperlukan adalah bagaimana dakwah dengan perbuatan, aksi nyata membumikan al Qur'an dan As Sunnah. Sehingga Islam bisa dirasakan kemanfaatannya oleh semua kalangan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H